FAJAR.CO.ID -- Seorang teroris berniat menyerang Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida. Pelaku menggunakan bom asap. Aksi teror itu terjadi saat Kishida berkampanye di Wakayama pada Sabtu (15/4). Pelaku diketahui bernama Ryuji Kimura, 24, asal Hyogo.
Aksi itu pun mendapat atensi meluas. Maklum, saat ini Jepang menjadi tuan rumah pertemuan para menteri anggota G7.
’’Ketika pejabat tinggi dari seluruh dunia sedang berkunjung, Jepang perlu memaksimalkan upaya untuk memastikan keamanan dan keselamatan,’’ ujar Kishida, seperti dikutip Agence France-Presse.
Dia menegaskan, serangan bom tersebut tak bisa dimaafkan. Insiden itu terjadi saat Kishida hendak berpidato untuk mendukung kandidat Partai Liberal Demokrat (LDP). Dia baru saja berkeliling area di sekitar lokasi. Tiba-tiba, seorang pemuda melemparkan suatu benda ke arah Kishida. PM 65 tahun itu sempat menoleh.
Pemuda itu pun langsung diamankan. Begitu pula Kishida. Kurang dari 1 menit setelah pelaku dibekuk, bom asap tersebut meledak dengan suara nyaring. Orang-orang berlarian. Sebagian menjerit ketakutan. Kishida pun beruntung karena lolos tanpa luka sedikit pun.
’’Saya berlari dengan panik. Sepuluh detik kemudian terdengar suara keras dan anak saya mulai menangis. Saya terkejut, jantung saya masih berdetak kencang,’’ ucap seorang perempuan yang ada di lokasi, kepada NHK.
Saat diamankan petugas, pelaku tidak melawan. Kimura tampak membawa pisau dan satu bom asap lagi. Belum diketahui secara pasti apa motif serangan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, Kimura menolak berbicara kepada penyidik.
Insiden itu membuat publik waswas dan teringat serangan kepada mantan PM Shinzo Abe. Dia ditembak mati pada 8 Juli tahun lalu oleh Tetsuya Yamagami, saat berkampanye di luar Stasiun Yamato-Saidaiji di Kota Nara. Sejauh ini, proses hukum Yamagami masih berlangsung.
Kepala Badan Kepolisian Nasional Jepang dan kepala polisi Nara pun mengundurkan diri setelah penyelidikan menyebut adanya kelalaian pengamanan terhadap Abe. Insiden pembunuhan itu bisa dicegah jika ada lebih banyak polisi yang bertugas.
Biasanya, penjagaan keamanan untuk kampanye di Jepang memang relatif tidak ketat. Itu karena angka kejahatan yang relatif rendah dan aturan kepemilikan senjata yang ketat di Jepang. Namun, semua berubah sejak kematian Abe. Kini, pengamanan untuk politisi yang berkampanye pun diperketat. (JPC)