Hal demikian terulang di dua tahun berikutnya. Pemerintah melalui Menteri Agama Tarmizi Taher memutuskan bahwa hari raya Idul Fitri, 1 Syawal 1413 H terjadi pada Kamis, 25 Maret 1993 M. Sementara NU memutuskan, bahwa 1 Syawal 1413 H jatuh pada Rabu, 24 Maret 1993 M, berbeda sehari dengan keputusan yang ditetapkan pemerintah.
Pun pada Idul Fitri tahun 1414 H. Saat itu, NU memutuskan 1 Syawal 1414 jatuh pada Ahad, 13 Maret 1994 M. Sementara Menteri Agama Tarmizi Taher yang mewakili pemerintah memutuskan hari raya Idul Fitri terjadi pada satu hari berikutnya, yakni Senin, 14 Maret 1994 M.
Perbedaan demikian tidak hanya terjadi pada bulan Syawal untuk hari raya Idul Fitri. NU juga pernah berbeda dengan pemerintah dalam menetapkan hari raya Idul Adha. Bahkan, hal ini terjadi saat pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden KH Abdurrahman Wahid dengan Menteri Agama KH M. Tolchah Hasan yang notabene keduanya merupakan tokoh NU. Perbedaan ini terjadi pada Idul Adha tahun 1420 H. Saat itu, NU melalui LF NU di bawah komando KH Ahmad Ghazalie Masroeri memutuskan bahwa Idul Adha terjadi pada Jumat, 17 Maret 2000.
Hal itu didasarkan pada laporan perukyat yang tidak berhasil melihat hilal pada Senin, 6 Maret 2000 M, atau bertepatan dengan 29 Dzulqa’dah 1420 H. Dengan begitu, bulan kesebelas itu digenapkan menjadi 30 hari (istikmal) sehingga 1 Dzulhijjah 1420 H terjadi pada lusanya, yakni Rabu, 8 Maret 2000 M.
Sementara itu, Kiai Tolchah sebagai menteri agama memutuskan bahwa Idul Adha 1420 H terjadi pada Kamis, 16 Maret 2000. Keputusan ini didasarkan pada terpenuhinya kriteria imkanur rukyat (kemungkinan hilal bisa terlihat/visibilitas) pada hilal di akhir bulan Dzulqa’dah 1420 H itu. (bs-sam/fajar)