Penulis: Tasrief Surungan, Profesor Fisika Teoretik FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Gerhana matahari terjadi saat ketiga benda langit ini segaris dimana bulan (Qomar) berada di antara bumi dan matahari.
Kalau kita memodelkan ketiga benda langit ini sebagai benda titik (tanpa dimensi alias Nol-dimensi), maka saat ijtimak, yaitu bumi, bulan dan matahari terletak segaris, maka itu berarti gerhana matahari.
Kenapa? Karena bulan berada di antara bumi dan matahari.
Akan tetapi, karena ketiga obyek itu memiliki dimensi (3D), dan ukurannya besar, maka saat ijtimak, tidak selalu teramati sebagai gerhana matahari, meskipun ketiga benda langit ini terletak segaris (dalam konsep benda titik).
Kenapa? Karena ada gerak semu matahari dari utara ke selatan (dan sebaliknya). Kenapa bisa demikian? Alasannya karena ada sudut inklinasi dari gerak rotasi bumi mengitari matahari (sekitar 23°).
Ini yang menyebabkan sudut elongasi bulan-matahari. Ini pula yg menjadi parameter kunci bagi perubahan cuaca/iklim. Artinya, tempat terbenamnya kedua benda langit itu tidak pada titik ufuk yang sama.
Durasi peristiwa gerhana, kapan dan darimana dapat diamati dan dapat dihitung secara presisi. Sehingga, seandainya kriteria awal bulan (new month) didasarkan pada posisi bulan (moon), dan bukan kenampakan (visibilitas) hilal, maka gerhana matahari bisa menjadi patokan bagi masuknya bulan baru.
Namun, tidak demikian halnya; sebab kriteria masuknya bulan baru menurut Al Quran dan Hadith adalah kenampakan hilal, BUKAN posisi bulan di atas ufuk. Artinya, Al Quran dan Hadith, membedakan antara hilal dan bulan.