Romy PPP Blak-blakan Dikerjai KPK: Pejabat Publik Satu Kakinya Sudah di Penjara

  • Bagikan
Mantan Ketua Umum PPP, Muhammad Romahurmuziy

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy kembali mewarnai perpolitikan di Indonesia.

Meski menjabat sebagai orang penting di PPP, ia tak bisa menyembunyikan track recordnya sebagai eks narapidana korupsi. Setelah sebelumnya terjaring Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Walau demikian, Romy yang kini menjabat Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP itu menyebut kasus yang pernah menjeratnya hanyalah dibuat-buat.

“Kasus yang menimpa saya itu kasus yang sangat artificial. Yang sangat buatan begitu,” ungkapnya dikutip fajar.co.id dari YouTube Total Politik, Kamis (4/5/2023).

Ia mengisahkan, saat itu, ia dituding menerima Rp50 juta. Padahal, saat itu dirinya menjabat sebagai orang nomor satu di PPP.

“Buat saya itu sangat tidak masuk akal,” ujarnya.

Romy mengaku, ketua umum partai politik mengelola dana ratusan miliar. Jadi menurutnya, agak sulit menerima ketika dia dituding menerima suap Rp50 juta.

“Nggak ada itu namanya saya itu menerima uang. Nggak ada. Bahkan yang memberi saya pun dipersidangan juga mengatakan nggak pernah minta. Nggak pernah. Kirim utusan untuk minta, nggak pernah,” tegas Romi.

Ia menerangkan, di persidangan orang yang disebut memberinya uang pun mengaku tidak tahu. Bahkan saudaranya.

“Itulah kenapa kemudian secara hukum, hakim kemudian tidak memberikan hukuman lebih, bahkan mengurangi sampai tingkat paling rendah,” akunya.

Tapi nahasnya, kata Romy, suara PPP tergerus. Bagaimana tidak, ia ditangkap jelang Pemilu 2019. Belum lagi kasus yang menjeratnya adalah korupsi. Kasus yang paling dianggap hina masyarakat.

“Nggak ada cerita Ketua Umum Partai Politik ditahan satu bulan sebelum pemilu kecuali itu adalah tindakan politik dengan menggunakan baju hukum,” ungkapnya.

Menurut Romy menjadi politisi apalagi memegang jabatan publik sangat beresiko tersangkut masalah hukum.

"Setiap jabatan ada resikonya. Kalau tak mau terkena ombak jangan berumah di tepi pantai. Kalau jadi politisi yang jadi pejabat publik itu satu kakinya sudah di penjara. Satu kakinya lagi tinggal tunggu apesnya," pungkasnya. (Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan