FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I cukup pesat.
Ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen di kuartal pertama tahun 2023. Namun di tengah euforia itu, kabar tersebut tereduksi dengan anjloknya nilai rupiah hari ini.
Dalam penutupan pasar sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp14.710 per dolar AS. Walaupun sebelumnya sempat menguat 9 poin.
“Euforia (pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2023 yang positif jadi sedikit redup,” kata Analis Rupiah, Ibrahim Assuaibi kepada fajar.co.id, Senin (8/5/2023).
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka ini mengatakan, lemahnya rupiah karena cadangan devisa yang menurun. Yakni U$ 144,2 miliar per akhir April 2023.
“Capaian tersebut sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir maret 2023 yang mencapai sebesar U$145,2 Miliar,” jelas Ibrahim.
Penurunan itu menurutnya dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, dan kebutuhan likuiditas valuta asing (Valas) sejalan dengan antisipasi dalam rangka hari besar Keagamaan Nasional yaitu Ramadhan dan Idul Fitri.
“Sedangkan posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan, impor atau 6,3 bulan impor, dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor,” terangnya.
“Oleh karena itu, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai yang didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga,” tandas Ibrahim.
Diberitakan sebelumnya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, saat pembukaan Festival Keuangan Digital Indonesia membeberkan petumbuhan ekonomi Indonesia kuartat pertama.
“Kalau dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara lain, di China 4,5 persen di kuartal I, kita lebih tinggi. Kalau kita bicara Amerika pertumbuhannya 1,8 persen, kita bicara pertumbuhan EU (Uni Eropa) 1,3 persen,” kata Airlangga, dikutip fajar.co.id dari YouTube PerekonomianRI, Senin (8/5/2023).
Sementara negara lainnya, kata Ketua Umum Partai Golkar itu, seperti Korea Selatan hanya 0,8 persen, kemudian Jerman juga jauh lebih rendah sebesar 0,2 persen.
Bukan cuma kali ini, enam kuartal berturut-turut menurutnya pertumbuhan perekonomian Indonesia adalah hal luar biasa. Apalagi di tengah kondisi global saat ini.
"Bukan karena kita 5 persen dalam 6 kuartal berturut-turut menjadi bisnis as usual, tapi kita berhasil tumbuh di tengah ketidakpastian global dan kita lebih tinggi dari rata-rata negara lain," jelasnya. (Arya/Fajar)