FAJAR.CO.ID -- Dianggap merugikan tenaga kesehatan, Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) Omnibus Law secara masif mendapat penolakan. Salah satunya datang dari Persyarikatan Muhammadiyah.
Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Ridho Al Hamdi mengatakan, pihaknya menolak RUU tersebut.
"Sikap Muhammadiyah soal RUU Kesehatan, Muhammadiyah menolak yah RUU tersebut karena memang ini kita anggap merangkum dari semua regulasi yang terkait menjadi satu regulasi," ujar Ridho kepada fajar.co.id, Selasa (9/5/2023).
Dikatakan Ridho, pada dasarnya Muhammadiyah telah beberapa kali menyampaikan bentuk penolakannya terhadap RUU Kesehatan.
"Alasan lainnya, karena RUU tersebut sifatnya terlalu liberal. Sama dengan RUU Ciptaker yang bisa merugikan pihak terkait," lanjutnya.
Terutama, kata Ridho, Muhammadiyah memiliki Lembaga Kesehatan. Memiliki Rumah Sakit (RS) di sejumlah daerah di Indonesia.
"Kita kan punya rumah sakit, kita punya pegawai dan lain sebagainya. Regulasi RUU ini terlalu liberal dan bisa berdampak merugikan terhadap lembaga kesehatan yang ada di Muhammadiyah," ucapnya.
"Terutama baik itu di masalah regulasi secara spesifik, obat-obatannya maupun terhadap karyawan dan pekerja yang ada di dalamnya itu," sambung dia.
Ridho juga menyebut, RUU Kesehatan memberikan dampak negatif terhadap para pekerja kesehatan. Sebagaimana RUU Ciptaker yang sebelumnya pernah merugikan pekerja buruh.
"RUU ini sangat memberikan dampak negatif terhadap para pekerja kesehatan. Hampir sama dengan RUU Ciptaker ini, yang dulu pernah ramai merugikan para pekerja buruh, tani dan segala macamnya," kuncinya. (Muhsin/Fajar)