Peneliti BRIN Sebut Sistem Pemilu Tertutup, Pemilih Seperti Membeli Kucing dalam Karung

  • Bagikan
Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Firman Noor menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan pengujian UU Pemilu yang digelar pada Selasa (9/5/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Foto: Humas MK

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor menyebut salah satu hal mendasar yang menjadi kritik utama atas sistem proporsional tertutup khususnya terkait dengan masalah tingkat keterwakilan adalah kurang menjamin terbangunnya kedekatan antara caleg dengan konstituennya.

Diungkapnya, Pemilu proporsional tertutup kurang menjamin konstituen untuk mengetahui latar belakang dan kapabilitas caleg yang akan mewakili mereka.

Terdapat potensi terjadinya situasi membeli kucing dalam karung bagi pemilih.

Di sisi lain, para caleg pun bisa jadi tidak terlalu memahami konstituen atau kondisi wilayah yang diwakilinya mengingat terbatasnya intensitas hubungan mereka dengan para pemilih.

“Padahal kedekatan itu syarat utama dari perwakilan rakyat yang merupakan sokoguru dari demokrasi dan esensi adanya pemilu itu sendiri. Oleh karena itu dalam sistem proporsional tertutup maka perwakilan rakyat menjadi ambigu karena bisa jadi caleg lebih mewakili kepentingan partai ketimbang konstituennya,” jelas Firman Noor saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang digelar pada Selasa (9/5/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.

Sementara sistem proporsional terbuka memiliki beberapa dampak positif bagi keberadaan partai politik khususnya terkait demokrasi internal, kelembagaan dan pelaksanaan fungsi partai politik.

Sistem proporsional terbuka memiliki beberapa dampak positif bagi kelembagaan partai politik. Sistem ini jauh dari anggapan akan melemahkan partai politik.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan