Aktivitas performativitas punya nilai negatif. Dimana keinginan atau hasrat para penggemar Coldplay ini jangan sampai tidak memperdulikan side effect atau efek samping.
"Misalnya, harus pinjam duit ke keluarga bahkan pinjam online. Itulah efek samping dari aktivitas performativitas," katanya.
Dengan kata lain, menurut dia, aktivitas performativitas ini lebih mencari sensasi ketimbang esensi. "Inilah kerja kapitalistik yang mengagung-agungkan nilai simbolik semata," tegas dia.
Ia mengungkapkan bahwa di era kapitalistik sekarang yang dijual adalah kepemilikan simbol atau kesan publik. Jika seseorang sudah mampu memiliki itu semua, maka masuklah dia atau menjadi bagian dari masyarakat kapitalistik itu sendiri.
"Atau masyrakat modern atau masyarakat yang memiliki budaya maju alias populer," tandasnya.
- Oase Pertunjukan
Fenomena yang ditunjukkan dari antusias masyarakat Indonesia memesan tiket Coldplay disebut juga bagian daripada Oase Pertunjukan. Ada hasrat menyaksikan langsung sebuah konser karena dalam kurung beberapa tahun terakhir tertahan akibat pandemi Covid-19.
Seorang Kritikus Musik, Yurdika, mengatakan selama ini masyarakat terbatas dengan melihat suatu pertunjukan musik hanya di dunia maya. Sehingga begitu ada sebuah konser panggung, tiketnya rata-rata habis semua.
"Bukan hanya Coldplay ini yah, saya lihat tiket-tiket konser lain tarulah Black Pink yang sebelumnya tiketnya lebih malah kalau tidak salah, itu juga dalam hitungan jam langsung sold out," katanya.
Seperti halnya konser-konser lain, menurut Yurdika, masyarakat rela menghabiskan uang yang tidak sedikit menonton Coldplay secara langsung, cenderung didorong keinginan merasakan pengalaman yang tidak didapat dengan hanya berselancar di dunia maya.