Kegiatan eksplorasi di Kamojang yang ditinggalkan Belanda, baru dilanjutkan kembali setelah pemerintah RI memberikan hak eksplorasi kepada Pertamina di Area Kamojang pada tahun 1971. Bersamaan dengan itu, dilakukan pula kerja sama eksplorasi geotermal antara pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru.
Pada tahun 1978, pengeboran sumur oleh Pertamina sukses menghasilkan uap panas bumi yang mampu memenuhi unsur keekonomian menggerakkan turbin. Seperti diketahui bahwa cara kerja sistem pembangkit listrik panas Bumi adalah memanfaatkan tenaga uap panas bumi untuk memutar turbin. Turbin ini kemudian memutar generator sehingga menghasilkan listrik.
PLTP Kamojang Unit 1 dengan kapasitas 30 megawatt (MW) mulai beroperasi pada 1983. Setelah itu, pengembangan PLTP Kamojang pun terus berlanjut hingga Unit 5 yang mulai beroperasi pada 2015.
Saat ini PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) sebagai bagian dari Subholding Power & New Renewable Energy PT Pertamina, bertanggung jawab mengoperasikan PLTP Kamojang Unit 4 dan 5 dengan kapasitas masing-masing 60 MW dan 35 MW. Sedangkan, PLTP Kamojang Unit 1,2 dan 3 dengan kapasitas total 140 MW, berada di bawah kendali Subholding PLN, yaitu PT Indonesia Power.
Total kapasitas terpasang pembangkit panas bumi di area Kamojang mencapai 235 megawatt (MW) atau setara dengan pengurangan emisi CO2 1,2 juta ton per tahun. Dari kapasitas tersebut, area Kamojang ini setidaknya menyuplai asupan listrik ke 260 ribu rumah. Listrik dari PLTP Kamojang terhubung dengan sistem interkoneksi kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali).