FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Kuasa Hukum terdakwa kasus tindak pidana korupsi PDAM Kota Makassar Haris Yasin Limpo (HYL), Imran Eka menyebut, dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) keliru.
Hal itu dikatakan Imran saat menyinggung soal jabatan HYL. Kata dia, pada 2019 jabatan Direktur Utama (Dirut) tak lagi diduduki HYL.
"Pada 2019, bukan lagi pak Haris, sementara dakwaannya itu dari 2015 sampai 2019. Waktu itu pak Haris sudah diganti kan. Sudah dijabat oleh siapa gitu yah," ujar Imran, Senin (22/5/2023).
Menurutnya, jika perkara tersebut dianggap sampai 2019. Maka, bisa dikatakan ada kekeliruan pada dakwaan kasus tersebut.
"Kalau dianggap peristiwanya sampai 2019 berarti keliru. Saat itu sudah bukan pak Haris. Dan, Walikotanya waktu itu sudah Ikbal Suwaib, PJ. Jika tidak dimasukkan periode 2019, ada selisih. Ada Rp 7 miliar, itu masuk di jaspro dan tantiem," lanjutnya.
Pihaknya menganggap hal tersebut merupakan dakwaan yang keliru dan tidak cermat karena menyandarkan pada PP 54.
"Sementara pak Haris menyandarkan pada Peraturan Daerah. PP 54 itu belum bisa diterapkan kalau perusahaan PDAM itu belum berbentuk Perumda atau Perseroda. Dia masih tetap berupa perusahaan daerah," tuturnya.
Dia pun mengatakan keberatan dengan JPU. "Kita keberatan dengan jaksa penuntut umum yang dianggap tidak jelas, tidak lengkap, dan tidak cermat. Jaksa pada pokoknya mendakwahkan pak Haris Yasin Limpo dengan PP 53 Tahun 2017," bebernya.
Menurut tim kuasa hukum, tambah Imran. Mengenai jasa pembagian tantiem atau bonus tersebut, seharusnya tidak mendasar pada PP 54.