RUU Kesehatan Omnibuslaw Adopsi Ketentuan Aborsi Korban Kekerasan Seksual

  • Bagikan
Pengunjuk rasa mengangkat poster penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan saat aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/5/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa. (ANTARA FOTO/RENO ESNIR)

"Organisasi kami menyoroti terkait pasal aborsi, di mana kami mengapresiasi bahwa ada peningkatan usia kehamilan menjadi 14 pekan bagi korban perkosaan dan kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan," katanya.

Ia mengatakan risiko negatif bagi kesehatan dari praktik aborsi meningkat sesuai pertambahan usia kehamilan.

"Salah satu tantangan di Indonesia masih dipakainya kuret tajam sebagai metode untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang sudah sejak 2011 dan tidak direkomendasikan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) dan WHO," katanya.

IPAS mendorong Kemenkes untuk mengubah kuretase tajam berdasarkan pedoman nasional pascakeguguran ke metode yang direkomendasikan WHO.

Pada 2018, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) sudah membuat Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) keguguran yang diterima oleh kemenkes untuk mengubah dari kuret tajam menjadi metode yang direkomendasikan oleh WHO," katanya.

Sejumlah metode pengganti yang dianjurkan adalah surgical dan obat yang berisiko kematian di bawah 1 persen jika ditangani tenaga medis terlatih.

"Perlu dipastikan siapa petugas kesehatan yang punya kewenangan dan kompetensi untuk memberikan layanan, perlindungan bagi pemberi layanan perlu jelas di dalam RUU Kesehatan pastikan semua dalam konteks layanan bagi korban kekerasan dan perkosaan," katanya. (antara/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan