FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Kasus dugaan korupsi Rp20,3 Miliar di PDAM Makassar telah bergulir di pengadilan negeri Makassar.
Terbaru, Jaksa penuntut umum (JPU) menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi mantan Direktur Utama PDAM Makassar Haris Yasin Limpo dan mantan Direktur Keuangan Irawan di kasus tersebut.
Menanggapi hal itu, Pengamat Keuangan Negara, Bastian Lubis, mengaku heran jika disebutkan ada kerugian negara dalam kasus yang menyebabkan Haris Yasin Limpo dan mantan Direktur Keuangan Irawan ditahan oleh kejaksaan.
Pasalnya, kata peneliti senior Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Patria Artha itu, rekomendasi BPK RI terkait hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan BPK RI Tahun 2017-2019 menyebutkan bahwa temuan pemeriksa tidak bisa ditindaklanjuti alias tidak ada masalah.
Dia pun mengaku heran ketika Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan ada kerugian negara yang timbul dengan merujuk pada hasil pemeriksaan BPK itu.
“Laporan BPK pun saya pernah baca. Rekomendasi yang ada adalah laporan yang tidak ditindaklanjuti. Makanya saya heran saat BPKP sebut ada kerugian negaranya. Di mana kerugian negaranya? Ini sudah menyimpang sekali dari pakem metode keuangan negara dan prinsip akuntansi keuangan Indonesia,” tutur penggiat anti korupsi ini.
“Lucu-lucu saya lihat ini kasus, sudah ditahan orang, bukti kerugian negaranya di mana,” jelas Bastian kepada wartawan, di Kampus Universitas Patria Artha, Rabu (24/5/2023).
Dia menambahkan, kuat dugaan baik Haris maupun Irawan dikriminalisasi. Apalagi jika ditelusuri, ternyata auditor BPK yang memeriksa keuangan PDAM waktu itu, sama dengan auditor yang saat ini sedang bermasalah hukum karena persoalan pemberian opini WTP ke Pemprov Sulsel yang diduga berbayar.