FAJAR.CO.ID - Pemilihan Umum 2024 untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPD, DPR RI, maupun DPRD semakin dekat. Tahapan-tahapannya pun sudah mulai berjalan. Sesuai jadwal, pemilu serentak itu akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024.
Berkaca pada pilpres sebelumnya, persaingan merebut suara berlangsung seru dan menyeret para pendukung calon menggunakan berbagai cara untuk memengaruhi orang lain agar menentukan pilihan sesuai yang didukungnya.
Konten-konten fitnah dalam berbagai format, khususnya teks, foto, dan video disebar dengan masif lewat berbagai saluran media sosial. Mereka tidak berpikir panjang bahwa konten dari teks, foto, atau video itu tidak benar alias hoaks.
Menghadapi Pilpres 2024, gejala pembelahan kubu itu mulai muncul dengan penyebaran berita hoaks, lewat saluran WhatsApp dan media sosial lainnya. Salah satu contoh penyebaran konten hoaks itu adalah video sejumlah kader partai politik berteriak yang isi aslinya menyebut bahwa "Partai A 'duduk' PKI", kemudian dilengkapi dengan teks pelesetan bahwa "Partai A butuh PKI". Kata "duduk" adalah Bahasa Jawa yang artinya "bukan". Pesan aslinya ingin menyampaikan bahwa partai itu bukan PKI, justru dipelesetkan menjadi partai itu butuh PKI.
Bagi pendukung fanatik calon tertentu, konten semacam ini menjadi umpan empuk untuk segera disebarkan, dengan harapan masyarakat menjadi tidak mendukung calon presiden yang tidak diinginkan oleh penyebar berita.
Jika berpikir logis, sebetulnya apa yang dilakukan oleh pendukung capres itu kontraproduktif dengan harapannya. Bukannya bersimpati dengan capres yang didukung oleh penyebar hoaks itu. Warga yang berpikir kritis justru akan berbalik arah, akan menolak mendukung capres yang didukung oleh kelompok penyebar hoaks.