Pilpres 2024 dan Godaan Menyebar Hoaks

  • Bagikan
Ilustrasi - Seseorang memperlihatkan stiker antiberita hoaks. ANTARA/Ardika

Karena itu, perilaku para pendukung capres ini seharusnya juga menjadi perhatian para capres dan partai pengusungnya. Niat berkampanye atau memengaruhi yang dilakukan oleh pendukung dengan perilaku membabi buta ini justru merugikan si capres dan partai pengusung.

Pemahaman ini bisa disampaikan oleh capres dan pemimpin partai pengusung untuk para pengurus partai dan kader hingga ke tingkat ranting, termasuk para pendukung yang tergabung dalam wadah relawan atau tidak terikat langsung dengan partai.

Dalam konteks lebih luas, perhatian para capres dan partai politik pengusung ini juga bermuatan untuk kepentingan kenegaraan dan kebangsaan agar masyarakat tidak mudah terjerumus dalam arena perpecahan. Kasus Pilpres 2019 harus menjadi pelajaran berharga bagi semua komponen bangsa bahwa membela capres dengan menyingkirkan etika dan nalar bersih hanyalah sia-sia dan membahayakan keutuhan bangsa.

Kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 yang kemudian mengajak pesaingnya, yakni pasangan Prabowo Subianto-Salahuddin Sandiaga Uno dalam pemerintahan juga menjadi pelajaran bahwa para pendukung sejak awal harus sudah menunjukkan sikap legawa menghadapi berbagai kemungkinan hasil dari siklus politik 5 tahunan ini.

Sikap kenegarawanan dari Presiden Jokowi yang menerima Prabowo dan Sandiaga Uno menjadi menterinya dan juga sikap besar hati Prabowo dan Sandiaga mau mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf adalah ekspresi jiwa besar dari pemimpin bangsa.

Melibatkan emosi dalam pemilihan pemimpin, apalagi setingkat presiden, adalah hal lumrah. Akan tetapi, sikap emosional berlebihan yang menggunakan cara-cara merusak kesatuan, tidak pernah memberikan keuntungan apa-apa bagi masyarakat. Malah sebaliknya, justru akan merugikan diri dan bangsa ini jika perpecahan akibat pilpres tidak berkesudahan.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan