Polemik Perpanjangan Masa Jabatan Firli Bahuri Dkk, ACC: KPK Rawan Dipolitisasi

  • Bagikan
Pimpinan KPK yang diketuai Firli Bahuri. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan menambah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari empat tahun menjadi lima tahun. Putusan ini rawan dipolitisasi.

Peneliti ACC Sulawesi, Ali Asrawi Ramadhan mengatakan, gugatan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK yang disetujui MK merupakan keputusan yang sah.

Namun mengundang tanda tanya besar. Khususnya penggugat. Biasanya gugatan dilakukan masyarakat atau aktivis penggiat anti korupsi. Faktanya, dilakukan dari unsur pimpinan KPK, Nurul Ghufron.

Menurutnya, tidak ada basis argumentasi MK dalam ratio decidendi atau pertimbangan putusannya. Terlebih KPK adalah lembaga penegak hukum. Di mana semakin panjang masa jabatannya, semakin terbuka potensi abuse of power.

"Seharusnya KPK fokus pada perbaikan organisasinya atau kinerja. Bukan malah mengurusi perpanjangan masa jabatan. Selama ini kan belum maksimal, banyak catatan negatif yang menjadi PR-nya," katanya.

Perlu diketahui, kata pria yang akrab disapa Ayi ini, putusan MK tersebut bersifat prospektif atau berlaku pada masa yang akan datang. Idealnya berlaku bagi pimpinan KPK berikutnya. Bukan mereka yang menjabat sekarang. Hanya saja, ada dugaan putusan itu bakal dipolitisasi.

"Cuma dugaan. Saya menduga, pemerintah akan menafsirkan lain putusan MK. Bisa jadi mereka menafsirkan perpanjangan otomatis untuk pimpinan yang sekarang. Dan itu bisa jadi berhubungan dengan kepentingan untuk mengamankan Pilpres 2024," ungkapnya.

Terpisah, Pakar Hukum Administrasi Negara (HAN) Universitas Negeri Makassar (UNM), Herman melihat dasar ketentuan masa jabatan komisioner KPK dalam Pasal 34 UU Nomor 19 Tahun 2019 yang kemudian dinyatakan bertentantangan dengan Pasal 24 ayat 1 UUD NRI '45 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat, dapat diperdebatkan.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan