Komunitas Panbajak biasanya rutin berkumpul untuk saling silaturahmi antaranggota setiap akhir pekan di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Selain memamerkan aneka koleksi batu akik, para anggota juga menjualnya kepada masyarakat umum.
Dahulu dipakai Jawara
Tokoh budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, menjelaskan bahwa batu akik saat ini memang dipakai oleh masyarakat umum.
Namun untuk jenis tertentu, batu akik digunakan oleh golongan berbeda, seperti kaum ulama dan guru ngaji yang memakai batu akik pirus, kemudian jawara Betawi memakai batu kecubung wulung dilengkapi dengan gelang bahar, dan si jago silat yang memakai batu akik pandan.
Seiring waktu, batu akik pandan, khususnya sekarang ini, dipakai masyarakat umum dari berbagai profesi.
Dengan keindahan warnanya, batu akik pandan ternyata dapat berubah menjadi hijau lumut bahkan merah, tergantung dari sang pemakai cincin.
Yahya menjelaskan warna batu akik pandan akan berubah sesuai dengan warna yang diinginkan oleh sang pemakai, setelah batu tersebut diberi bacaan dan disyaratkan dengan doa-doa.
Warna yang timbul sesuai keinginan si pemakai akan memberikan kepercayaan diri, apalagi jika batu tersebut dirawat dengan telaten.
Menurut Yahya, sebagian masyarakat Betawi menganggap batu akik menjadi media bersemayamnya makhluk tertentu sehingga memang perlu perawatan khusus, seperti direndam dengan minyak wangi bukhur.
Layaknya keris, Yahya mengatakan batu akik harus direndam dengan minyak wangi bukhur pada malam tertentu, kemudian sering digosok agar cahayanya semakin bersinar.