FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana, blak-blakan soal cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi sepanjang perjalanan menuju Pilpres 2024.
Dikatakan Denny, cawe-cawe yang dilakukan Presiden Jokowi nyata terlihat dalam dugaan pencopetan Partai Demokrat, melalui KSP Moeldoko.
"PK Moeldoko di MA, konon ditukar guling dengan kasus korupsi mafia hukum yang sedang berproses di KPK," ujar Denny dalam keterangannya (31/5/2023).
Diceritakan Denny, PK Moeldoko siasat untuk memenangkan PK Moeldoko sudah diatur.
"Ada sobat advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang berkasus di KPK. Para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan, mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat, memenangkan PK Moeldoko di MA," sebutnya.
Denny menegaskan, cawe-cawe nyata yang dilakukan Jokowi di depan publik, saat membiarkan seorang Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko merebut Partai Demokrat dari Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
"Cawe-cawe Presiden Jokowi yang nyata adalah saat membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko "mencopet" Partai Demokrat. Saya meminjam istilah "copet dari Romahurmuzly PPP," lanjutnya.
Menurut Denny, sebagai orang nomor satu di Indonesia, Jokowi seharusnya tidak membiarkan Partai Demokrat dikuyo-kuyo Kepala Stafnya sendiri.
"Tak bisa dikatakan Jokowi tidak tahu. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak setuju. Kalau ada anak buah mencopet, Presiden bukan hanya harus merah, tetapi wajar memecat Moeldoko," tandasnya.
Lebih lanjut kata dia, Presiden pun tidak bisa menganggap apa yang dilakukan Moeldoko dengan mencoba mencopet Partai Demokrat merupakan hak politiknya.