Temuan Penelitian
Dalam paparannya, Hasanuddin mengungkapkan bahwa sejak ditetapkannya Perda nomor 5 tahun 2012, pada tahun 2013 mulai direalisasikan oleh pemerintah daerah yang pada waktu itu masih dipimpin Prof Nurdin Abdullah. “Alhamdulillah terus berlanjut hingga periode kedua, dan dilanjutkan sampai sekarang oleh Bupati Bapak Dr Ilham Syah Azikin Soltan,” jelasnya.
Hasanuddin menemukan bahwa implementasi kebijakan perda tersebut dilakukan dengan sejumlah program. Pertama, pemerintah memberikan dana hibah dan biaya operasional untuk mendukung kegiatan pembelajaran di Pondok Pesantren.
Selain itu, Pemerintah Daerah juga memberikan insentif kepada pimpinan Pondok Pesantren dan pembina yang berperan aktif dalam meningkatkan mutu pendidikan Islam. Program hafidz satu desa juga menjadi salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Namun, dalam penelitiannya, Hasanuddin Arasy juga menemukan beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Regulasi yang belum cukup kuat dan belum dilengkapi dengan petunjuk teknis pelaksanaan dari pemerintah daerah menjadi salah satu kendala,” ungkapnya.
Selain itu, akselerasi eksternal yang membutuhkan kebijakan penyesuaian anggaran serta ketentuan pelaksanaan kebijakan pengelolaan anggaran yang ditentukan oleh pemerintah pusat juga menjadi faktor penghambat.
Hasasnuddin melanjutkan, belum terbentuknya Dewan Masyayikh pada Pondok Pesantren di Kabupaten Bantaeng dan belum dilakukannya penyesuaian regulasi dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren juga menjadi tantangan dalam pelaksanaan kebijakan ini.