Hari kelima, pasukan-pasukan Belanda (V.O.C.) yang dibantu oleh pasukan-pasukan Bugis dan Ambon yang dipimpin Arung Palakka dan Kapten Jonker berhasil menancapkan panji-panji mereka di tembok Benteng Somba Opu.
Akhirnya pada 24 Juni, Benteng Somba Opu dapat dikuasai oleh Belanda. Belanda menembakkan 30.000 peluru. 50 orang serdadu Belanda tewas dan 68 orang luka parah.
Pasukan Belanda dan sekutunya berhasil membakar Istana Sultan Hasanuddin dan Baluwara Agung. Baluwara Barat laut (Baluwara Agung, red) menjadi tempat berdirinya meriam dahsyat Kerajaan Gowa.
Dalam serangan itu, Belanda menembakkan 30.000 peluru. Korbannya tinggi, dengan 50 tentara Belanda kehilangan nyawa dan 68 luka parah. Belanda dan sekutunya berhasil membakar Istana Sultan Hasanudin dan Baluwara Agung.
Di tengah kobaran api yang melahap Baluwara Agung, terdengar ledakan memekakkan telinga. Ledakan itu akibat kebulatan tekad rakyat Kerajaan Gowa yang menolak meriam "Anak Makassar" jatuh ke tangan musuh. Mereka berhasil meledakkan meriam yang menakjubkan.
Dr. FW Stapel, dalam bukunya "Cornelis Janszoon Speelman," menyebutkan bahwa Somba Opu jatuh seluruhnya, dan para penakluk menyita total 272 meriam, besar, dan kecil. Di antara tangkapan yang mengesankan ini adalah "Anak Makassar" yang luar biasa. Meski dalam keadaan rusak, meriam itu masih memancarkan keagungannya.
Nasib "Anak Makassar" dikisahkan beragam. Ada yang mengklaim bahwa prajurit Gowa sengaja menghancurkan meriam dengan menghancurkan mulutnya, memastikan tidak berguna bagi musuh. Di sisi lain, catatan dalam "Cornelis Janszoon Speelman" menunjukkan bahwa meriam utuh dibawa oleh Belanda ke Batavia (sekarang Jakarta, red), di mana ia bertahan setidaknya sampai tahun 1710.