FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pulau Sebira, yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Sabira, Noordwachter, atau 'Sang Jaga Utara,' merupakan surga tersembunyi di gugusan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Salah satu daya tarik utama di pulau ini adalah mercusuar megah yang tingginya hingga 48 meter yang dibangun pada 1867 oleh pemerintah Hindia Belanda.
Mercusuar itu dikenal sebagai "Noordwachter". Ia menjadi saksi bisu dari sejarah. Raja Belanda Willem III memberikan kontribusi istimewa ini sebagai penghormatan atas jatuhnya pesawat Dornier X-17 dan X-18 yang ditembak oleh pesawat tempur AL Yamada Jepang pada 25 Februari 1942. Peristiwa dramatis ini terjadi di langit di sekitar Pulau Sebira.
Pulau Penyelamat bagi Para Nelayan Bugis
Menariknya, Pulau Sebira juga memiliki sejarah terkait dengan migrasi masyarakat nelayan. Pulau ini menjadi tempat perlindungan dan pemukiman bagi para nelayan dari Pulau Genteng yang mayoritas berasal dari suku Bugis. Di masa lalu, para nelayan dari Pulau Genteng menghadapi keputusan sulit untuk dipindahkan ke Pulau Pemagaran di Kepulauan Seribu.
Hajjah Hartati, tokoh masyarakat yang kharismatik di Pulau Sabira, berbagi cerita menarik tentang perjalanan mereka.
Hingga hari ini, Pulau Sebira tetap menjadi tempat tinggal bagi sekelompok nelayan yang memiliki akar Budaya Bugis. Mereka adalah keturunan dari nelayan yang dulunya menetap di Pulau Genteng.
Pada masa lalu, pemerintah berencana memindahkan mereka ke Pulau Pemagaran yang terletak di Kepulauan Seribu. Namun, mayoritas nelayan Bugis memilih untuk menetap di Pulau Sebira dan Pulau Kelapa Dua.