FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Nasib mahasiswa dari 23 perguruan tinggi swasta (PTS) yang ditutup oleh Kemendikbudristek masih terkatung-katung. Proses pemindahan mereka memang telah dijamin untuk dibantu. Namun, persoalan bukan hanya administrasi belaka.
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) M. Budi Djatmiko mengungkapkan, ada masalah biaya pindah kampus yang harus dipikirkan pula oleh mahasiswa yang kampusnya ditutup.
Selain itu, ada kasus mahasiswa yang sudah kuliah tiga tahun, namun baru terdaftar empat semester. Hal ini tentu membuat mahasiswa tersebut harus membayar lebih banyak jika pindah kampus.
’’Kalau dia pindah (kampus, Red), rugi dong dia dua semester. Belum biaya hidupnya,” ucapnya.
Belum lagi persoalan administratif lainnya. Misalnya, mahasiswa yang tidak terdaftar dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) hingga kampus lama yang lepas tangan karena sudah tutup permanen.
Budi sendiri berjanji membantu para mahasiswa tersebut. Mereka cukup membuat pengaduan secara tertulis ke Aptisi untuk selanjutnya disampaikan kepada PTS terkait.
Sementara itu, Plt Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek Anang Ristanto mengimbau para mahasiswa dari 23 PTS yang ditutup untuk melapor ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) setempat jika mengalami kesulitan saat pindah kampus.
Nantinya, LLDikti akan membantu melakukan pengecekan terkait masalah yang dihadapi. ”Ada kendala bisa lapor ke LLDikti. Apa pun itu,” ujarnya.
Hal ini diamini Kepala LLDikti Wilayah XVI (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo) Munawir Razak. Dari 23 PTS yang ditutup, dua di antaranya memang berada di naungan LLDikti wilayah XVI. Dua PTS tersebut dicabut izinnya karena pelanggaran administratif berat.