Sementara itu, Komisioner Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika meminta agar Pusbarindo melaporkan ke Ombudsman jika dirugikan oleh Kemendag terkait mandeknya perizinan impor bawang putih.
“Ombudsman tidak pandang pilih siapapun yang melapor pada Ombudsman sepanjang itu ada layanan publiknya, sepanjang itu adalah tugas dan kewenangan Ombudsman. Ombudsman tidak akan melakukan tebang pilih untuk mendahulukan atau pun memproses mana yang harus diproses mana yang tidak,” kata Yeka.
Yeka memastikan pihaknya akan bekerja secara profesional dalam memproses laporan Pusbarindo sesuai dengan tugas dan kewenangan yang berlaku.
“Jadi kalau Pusbarindo merasa dirugikan. Saya yakin ada kerugian materiil, silahkan segera lapor kepada Ombudsman,” ujar Yeka.
Yeka menuturkan karut marut soal bawang putih tidak hanya terjadi pada proses perizinan impor. Dia menyebut, permasalahan sudah terjadi mulai dari kebijakan wajib tanam bawang putih oleh importir dan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).
"Kalau ada 35 perusahaan dapat SPI 160 ribu ton, terus yang enggak dapat SPI harus ‘setor’ dulu, baunya sudah busuk sekali. Bahkan ada dugaan 35 perusahaan berafiliasi ke 5 pemilik. Ini jelas tak ada transparansi," tegas Yeka.
Kemudian, Tenaga Ahli Stranas Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Frida Rustiani meminta kepada Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membuka data jumlah produksi dan stok bawang putih.
“Khususnya di hulu di Kementan alirkan data produksi berapa, stok berapa, termasuk BPS (Badan Pusat Statistik) untuk menyampaikan data diperbandingkan berapa stok, sehingga ada pembanding dan hitungan kuota impor jadi lebih jelas karena melihat satu dashboard yang sama," kata Frida.