Loyalis Bilang Jokowi Bisa Saja Sahkan Proporsional Tertutup Jika Mau: Cawe-cawe Sangat Bisa Dilakukan Dimana Saja

  • Bagikan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) (Foto: Setpres)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Loyalis Presiden Joko Widodo, Jhon Sitorus menyebut Jokowi bisa saja mengesahkan sistem proporsional tertutup jika menginginkannya.

Apalagi kata dia, sistem itu sudah pernah diterapkan di Indonesia sebelum beralih ke proporsional terbuka.

Belum lagi, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman merupakan adik ipar Jokowi sendiri.

“Andai Jokowi mau, gampang untuk mengesahkan proporsional tertutup. Toh, kita pernah pakai sistem ini juga tahun 2004 dan berjalan baik. Apalagi, Ketua MK Anwar Usman adalah ipar Jokowi. Cawe-cawe sangat bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja,” kata Jhon dalam cuitannya di Twitter, Jumat, (16/6/2023).

Namun kata pegiat media sosial ini, Jokowi tak serakus itu. Jiwa negarawan dan sikap Jokowi menurutnya tak bisa dibeli termasuk dari partainya sendiri PDI Perjuangan.

“Tapi apakah Jokowi serakus itu? Tidak, jiwa Negarawan dan sikap seorang Jokowi tak akan bisa dibeli dengan harga berapapun. Termasuk partainya sendiri, PDI Perjuangan yang paling getol untuk kembali ke proporsional tertutup,” tuturnya. 

Dikatakan, sejak isu ini diviralkan oleh Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana, dia tidak yakin MK mengetok proporsional tertutup.

Lebih jauh dia mengatakan, isu ini sensitif, baik bagi kubu Denny Indrayana maupun bagi PDI Perjuangan.

Akan tetapi kata Jhon, orang yang melihat dengan seksama, Jokowilah yang jauh lebih berperan dengan sikap negarawannya.

Lebih lanjut Jhon juga membahas terkait Partai Demokrat. Dikatakan, mudah saja jika Jokowi tak mengakui kepengurusan Ketua Umum Demokrat AHY sebagai pengurus yang sah. 

“16 kali Demokrat digugat, 16 kali juga gugatan itu gugur. Jika Jokowi mau jahat, sudah dari dulu anak magang AHY tenggelam dari kancah politik,” ungkapnya.

“Tapi apakah demokrasi selamanya mesti menjatuhkan lawan? Bagi Jokowi tentu tidak. Prabowo saja dirangkul, apalagi cuma Demokrat,” sambungnya.

Dia menyarankan agar, Denny Indrayana dan partai Demokrat, hindari over thinking dan overreact.

“Kelak, overthinking ini justru akan menjerumuskanmu sendiri dalam kondisi Jokowi sedang tidur. Lihatlah bagaimana Nasdem. Jokowinya nggak ngapa-ngapain, eh partainya nyaris karam,” tandasnya. 

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) membaca putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 atau gugatan sistem proporsional tertutup, Kamis, (15/6/2023).

Ketua MK, Anwar Usman mengatakan, berdasarkan penilaian alas fakta dan hukum sebagaimana diurakan, Mahkamah berkesimpulan untuk menolak.

“Mahkamah berwenang mengadil permohonan a quo, para pemohon memiiki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, permohonan provisi idak beralasan menurut hukum, pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Anwar saat membaca putusan.

Adapun amar putusannya MK, menolak permohonan provisi para pemohon dalam pokok permohonan dan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

“Amar putusan, Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon dalam pokok permohonan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” tandasnya.

Sidang pembacaan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 dihadiri 8 hakim MK, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan Sitompul, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dimohonkan pengujian ke Mahkamah Konstitusi Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group. (selfi/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan