RUU Kesehatan; Merayap di Luar Garis Putih

  • Bagikan
Dr Iqbal Mochtar (Pengurus PB IDI dan Ketua Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa)

Oleh: Dr Iqbal Mochtar (Pengurus PB IDI dan Ketua Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa)

ADA yang bilang kita ini bangsa hipokrit. Garang dalam narasi, namun lemot dalam realisasi. Pembuatan RUU Kesehatan menjadi satu marker habit ini. Begitu banyak elemen ‘hipokrit’ dipertontonkan dalam pembuatannya hingga kesenjangan antara das sain dan das solen bukan lagi sebatas fatamorgana. Masyarakat awampun bisa melihatnya.

Prinsip pembuatan UU mengharuskan adanya representase adekuat dan signifikan. Faktanya, organisasi profesi, yang merupakan stakeholder utama dan backbone dunia kesehatan, justru tidak dilibatkan didalamnya. Mereka hanya diundang ‘public hearing’ sekedar untuk show-off bahwa organisasi profesi telah diajak cawe-cawe. Saat puluhan ribu dokter dan tenaga kesehatan turun ke jalan demo, dihotel-hotel mewah para anggota dewan menutup mata dan telinga dan terus melanjutkan pembahasannya. Seolah demo puluhan ribu tenaga profesional tidak ada nilai bagi mereka. Ini hipokrit. Mereka dibayar oleh rakyat; mestinya mereka serius mendengarkan demo rakyat. Apalagi nakes itu ‘silent and patient profesion’; mereka tidak demo bila tidak ada hal serius yang menghujam akal waras dan pikiran mereka. Sayangnya, jeritan nurani ini dinegasikan anggota dewan. Pantas ada yang minta DPR dihapus saja.

Dalam dunia sepak bola ada istilah ‘un-sporting behaviour’, yaitu melakukan segala hal agar gol tercipta. Agaknya fenomena ini menjadi warna RUU ini. Ada kerjasama manis Kemenkes dan DPR. Kemenkes mengumpan bola dan DPR menggolkannya. Gol adalah target; tidak peduli off-side atau tidak. Wasit ‘masyarakat’ sendiri sudah angkat bendera off-side. Wasit sudah teriak kalau mereka merayap dan bermain diluar garis putih. Bukti off-sidenya ditampakkan; RUU ini syarat kelemahan (multi-lacking). Lack of transparency, lack of urgency, lack of representation, lack of meaningful participation, lack of scholarship, lack of adequate context and conten.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan