Misteri Tanjung Menangis, Pantai Berbahaya di Pringgabaya, Penghasilan Pedagang Anjlok Tajam

  • Bagikan
TENANG TAPI MENGHANYUTKAN: Dua pengunjung sedang bermain di pesisir pantai Tanjung Menangis, Dusun Ketapang, Desa Pringgabaya, Kecamatan Pringgabaya, belum lama ini. Lokasi tersebut merupakan tempat yang berbahaya dan sudah menenggelamkan beberapa pengunjung. (Fatih/Lombok Post)

FAJAR.CO.ID -- Pantai Tanjung Menangis tak lagi seperti beberapa pekan lalu. Jusman (37), pedagang di kawasan pantai Tanjung Menangis tak lagi melihat pengunjung yang ramai.

Di Sabtu siang yang cerah kali ini, tepat tujuh hari setelah empat orang pengunjung tenggelam di sana, Jusman kehilangan ratusan pengunjungnya.

Sembari menyuguhkan secangkir kopi hitam, Jusman bercerita tentang pantai yang dahulu selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal. Terutama setiap akhir pekan, terhitung dari Jumat, Sabtu, dan Minggu.

Penghasilan Jusman Anjlok. Sangat dalam. Dalam tiga hari itu, dia bisa mendapatkan hasil jualan sampai Rp6 juta sampai Rp 7 juta. Di hari-hari tertentu seperti lebaran topat, ia pernah mendapatkan lebih dari Rp 10 juta.

"Tapi sekarang sepi sekali. Dalam satu minggu ini, sehari dapat Rp30 ribu sampai Rp70 ribu,” kata Jusman.

Istrinya Susianti, 31 tahun, mengamini penuturan suaminya. Ada dampak yang cukup besar dari peristiwa hilangnya nyawa empat warga Desa Lenek, Kecamatan Lenek di sana.

Kata Susi, kalau peristiwa tenggelamnya anak dari Terara, Kecamatan Terara pada bulan Maret 2023 lalu tidak berdampak apa-apa.

Jusman menaksir jika kemungkinan sepinya pengunjung bisa jadi karena orang-orang yang selalu datang ke pantai itu adalah orang-orang Kecamatan Suralaga dan Lenek. Sehingga ketika ada warga dari Desa Lenek yang mengalami kecelakaan, hal itu membuat khawatir masyarakat di sana.

Lapak dagangan Jusman dan Susianti berada tak jauh dari lokasi tenggelamanya empat warga Lenek tersebut. Bahkan lebih dekat lagi dengan korban anak dari Terara.

Kata Jusman, memang ia dan pedagang lainnya selalu melarang pengunjung mandi di sana. Dia mengatakan, pantai itu ramai sebagai tempat nongkrong. Karena mereka membuat lapak-lapak sederhana di pinggir pantai.

"Jika ada yang mandi pasti kami larang. Kalau yang empat kemarin itu, mereka menyendiri di ujung sana. Jadi tidak ada yang tahu,” jelasnya.

Di pintu masuk kawasan pantai, Lombok Post (Fajar Grup) menemui Amaq Rusdian, 59 tahun, seorang nelayan yang dituakan di Dusun Ketapang.

Amaq Rusdian menjelaskan jika misteri banyaknya kejadian di pantai itu dipercaya warga dari dua sudut pandang. Pertama secara mistik, kedua secara pengetahuan atau pemahaman mereka pada kondisi lautan dari sudut pandang sebagai nelayan.

“Memang di sana ada tebing. Lokasinya sekitar lima belas meter dari bibir pantai. Dan di sana, di muara itu tempat bertemunya arus selatan dan arus utara. Jadi arusnya besar sekali. Wajar jika berbahaya bagi orang yang tidak terbiasa atau apalagi anak-anak yang belum bisa berenang,” jelas Rusdian. (fajar/jpg)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan