Selain itu, kebijakan larangan ekspor juga menarik investasi asing langsung dan memfasilitasi transfer keahlian dan teknologi. Namun, direktur eksekutif IMF juga memberikan catatan, kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
Kebijakan juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisasi dampak efek rembetan ke wilayah lain.
Para direktur IMF mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain.
Seperti diketahui, bukan hanya IMF yang meminta Pemerintah Indonesia menghapus larangan ekspor bijih nikel atau nikel mentah. Uni Eropa juga telah mengajukan dan memenangkan gugatan terhadap kebijakan Indonesia di Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO).
Keputusan WTO bukan cuma cuma rekomendasi pencabutan larangan ekspor nikel, tetapi juga keputusan dari WTO mengenai nikel. Atas keputusan WTO tersebut, Pemerintah Indonesia akan mengajukan banding.
Seperti diketahui, Indonesia saat ini sedang gencar melakukan upaya hilirisasi dengan membuka keran investasi untuk pembangunan smelter pengolahan nikel. Industri smelter saat ini dominan merupakan investor China.
Pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Tujuannya untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nikel.
Berdasarkan data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) akhir 2022 lalu, Indonesia saat ini sudah memiliki 43 pabrik berteknologi pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF).