Tambahnya, publik menduga tanpa peran Mardani Maming Staquf tidak akan jadi Ketum PBNU. Hanya saja, Maming mengalami nasib sial sebab mengukir prestasi kejahatannya di penjara, sementara Staquf terperangkap jadi kaku.
"Sebelum skandal Maming mencuat dan Satquf jadi Ketum PBNU ada sebuah video yang beredar luas menghina habaib sebagai pengungsi di Indonesia. Staquf tampil mengejek sodara muslim yang kebetulan habaib," katanya.
Lebih lanjut kata Faizal, video rasis itu menjadi awal karir Staquf tampil seolah paling berhak atas eksistensinya sebagai warga negara dengan menafikan keberadaan habaib.
"Dengan sombong dia merasa paling pribumi dan sok jagoan. Perilaku kebencian Staquf tersebut memompa pengikutnya secara masif menyerang habaib. Di berbagai kanal medsos, loyalisnya teriak usir Arab dan habaib dari Indonesia. Staguf terkesan menikmati propaganda jahatnya," imbuhnya.
Tambah Faizal, dia sangat menghormati pendapat Staguf dengan klaim dan sinismenya. Namun yang dia sayangkan, sepotong sejarah yang digulirkan hanya berhenti menjadi kebencian dan rasis.
"Staquf gagal menyodorkan argumentasi yang objektif. Tapi tampaknya Staquf bermental pengecut yang bersembunyi di balik topeng toleransi dan persatuan nasional. Dia tidak bernyali membuka ruang dialog untuk menunjukan fakta bahwa habaib adalah pengungsi," sentilnya.
Faizal menggambarkan, sekelas Ketum PBNU semakin memperlihatkan sesuatu yang di luar ekspektasi. "Terlihat sangat goblok. Akibatnya para loyalisnya yang bermodal intelektual pas-pasan ikut jadi bodoh berjamaah. Hasilnya, mereka nekat memfitnah habaib di Indonesia punya nasab palsu," lanjut dia.