FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Momentum hari raya sudah terlewat. Meski demikian, harga sejumlah bahan pokok malah makin naik.
Biasanya, kenaikan harga pangan terjadi menjelang hari besar keagamaan seperti Lebaran dan Natal. Kali ini fenomenanya berbeda, ada fenomena El Nino yang harus diantisipasi. Cuaca panas membuat produksi telur menurun. Bahkan anjlok hingga 5 persen.
Hal itu pernah diungkapkan Suyuti, peternak ayam petelur di Kabupaten Gowa. Menurutnya, selain pakan, harga telur juga dipicu cuaca panas yang membuat produktivitas ayam petelur menurun.
"Ada penurunan produksi telur 3 hingga 5 persen karena cuaca panas," sebutnya.
Begitu juga beras, ada masalah beras dihadapi, risiko perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Produksi padi teganggu dan produktivitas menurun.
Hal ini tercermin pada produksi Gabah Kering Panen (GKP) hanya 62,83 juta ton pada 2022 atau setara 52,38 juta ton GKG. Produktivitas padi nasional tidak mengalami peningkatan, hanya 5 ton per hektare dalam satu dekade terakhir.
Selain itu, ada alih fungsi lahan. Jika lahan pertanian beralih fungsi memiliki Indeks Pertanaman (IP) padi sebesar 300 dengan produktivitas rata-rata sekitar 6 ton GKG per hektare maka terdapat potensi kehilangan hasil produksi padi sekitar 1 – 1,4 juta ton GKG per tahun.
Hal itu membuat ketidakseimbangan antara produksi komoditas dan konsumsi. Tren produksi Gabah Kering Giling (GKG) menurun dari 54,65 juta ton tahun 2020, diperkirakan menjadi 31,29 juta ton tahun 2023. Sementara penduduk Indonesia meningkat dari 270 juta pada 2020 menjadi 280 juta di 2023.
Akibatnya, hingga saat ini komoditas beras dan telur makin mahal. Sejak April 2023 lalu harganya makin naik. Untuk komoditas telur misalnya, saat ini masih bertahan di atas Rp50 ribu satu rak.
Padahal, sebelumnya hanya Rp40 ribu-an. Begitu juga dengan beras, tak pernah turun harga. Malah data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel mencatat inflasi tinggi dipicu mahalnya harga beras.
Yessy (50) juga merasakan dampak kenaikan harga beras. Menurutnya, setiap bulan harga beras selalu naik. Kenaikannya mulai dari Rp5 ribu hingga Rp10 ribu per karung. Itu ukuran 25 kilogram. Saat Yessy protes, pedagang malah menyebut kenaikan harga terjadi karena mengikut distributor.
"Ini tidak wajar, bahaya jika harga beras naik tiap bulan. Beras adalah kebutuhan pokok," ujar Yessy, kemarin.
Begitu juga dengan telur, Yessy mengaku jengkel lantaran harganya bertahan di atas Rp50 ribu satu rak. Jika beli satuan di warung, dijual Rp2.000 per butir. Padahal sebelumnya bisa didapatkan Rp1.500 per butir. Yessy yang sehari-hari menjual nasi kuning ini mengaku kewalahan.
"Kita tidak bisa naikkan harga nasi karena pelanggan protes. Terpaksa kurangi porsi. Belum lagi bumbu-bumbu ikut naik," sebutnya.
Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan Makassar, harga beras mencapai Rp11.200 per kg. Sementara harga bawang merah melonjak Rp35 ribu hingga Rp40 ribu / kg.
Kemudian, harga bawang putih Rp37 ribu. Selanjutnya, harga cabai Rp60 ribu/kg, daging sapi Rp130 ribu/kg, dan ayam potong hingga Rp70 ribu per ekor.
Cari Masalahnya
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel Ahmadi Akil menuturkan bahwa adanya kenaikan harga pada beberapa komoditas menjadi atensi. Pihaknya akan turun ke lapangan mencari akar masalahnya.
"Tentunya terlebih dahulu cari akar permasalahannya dulu kemudian mencari solusi penyelesaiannya bersama tim terpadu," tuturnya kepada FAJAR, Selasa, 4 Juli.
Ahmadi menambahkan, pihaknya saat ini melakukan pemantauan harga utamanya pada pasar-pasar tradisional. "Kemudian kita masih akan melakukan pasar murah di beberapa kabupaten/kota," tambahnya.(*/fajar)