Dahlan Iskan: Di Tangan Jokowi, Undang-undang Kesehatan yang Begitu Penting, Selesai dalam 6 Bulan

  • Bagikan
Tangkapan layar Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menyerahkan laporan pembahasan RUU Kesehatan kepada Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). ANTARA/Fauzi Lamboka

Ibarat sebuah kolam pancing, ada yang memancing tetapi tidak terlihat orangnya. Akan tetapi pancingan itu mendapatkan ikan besar.

Bentuk ikannya: reaksi pro-kontra di masyarakat. Terutama dari kalangan dokter. Lebih khusus lagi dari organisasi tunggal dokter: IDI (Ikatan Dokter Indonesia).

Muncul pula perlawanan pada IDI, bahkan ada semacam kampanye khusus pembusukan IDI.

"Kesannya: IDI otoriter. IDI berbisnis. IDI sumber kesulitan. IDI penyebab mahalnya jasa kesehatan. Dan banyak lainnya," tulis Dahlan.

Pro dan kontra pun kian panas di publik, tetapi terukur, hingga akhirnya mereda sendiri.

"Lantas: Tok! UU Kesehatan disahkan Selasa kemarin. Aklamasi. Tidak ada oposisi. Tidak ada interupsi. Semulus rel kereta cepat Ya-Wan nan permai," tulisan Dahlan.

Senjata IDI Dilucuti UU Kesehatan

Menurut Dahlan, dengan lahirnya UU Kesehatan maka perubahan besar segera bergulir. Izin praktik dokter tidak lagi perlu rekomendasi IDI. Bahkan kata IDI tidak lagi ada di UU Kesehatan yang baru.

Seperti izin dagang lainnya, izin praktik dokter akan dikeluarkan oleh pemerintah. Siapa yang dimaksud pemerintah masih harus menunggu ketentuan lebih lanjut. Mungkin Dinas Kesehatan kabupaten atau kota.

"Izin itu akan berlaku seumur hidup. Tidak harus memperpanjang setiap lima tahun," tulisan Dahlan.

Ketika IDI didirikan pada 1950, jumlah dokter yang hadir di muktamar pada saat itu 181 dokter. Pejabat pemerintah di bidang kesehatan pasti dokter. Pasti anggota IDI.

Maka antara IDI dan kekuasaan di bidang kesehatan seperti manunggal. Sedang jumlah dokter saat ini sudah lebih 151.000 orang –meski tetap belum cukup.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan