Dari sektor tambang, juga setali tiga uang. Halmahera Timur yang dikenal sebagai daerah penghasil tambang dan sumber devisa bagi daerah dan negara, justru terbilang sebagai daerah dengan tingkat kesejahteraan warganya yang masih memprihatinkan. “Yang kaya hanya pemilik dan pengelola tambang saja, sementara warga masih berkutat dengan kemiskinannya,” sebut Thamrin.
Yang tidak kalah memprihatinkannya adalah dari sektor politik, setiap jelang pemilu atau pemilihan, Maluku Utara selalu diposisikan dalam zona merah. Hal itu menjadi keprihatinan tersendiri, mengingat penduduk dan pemilih di provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Maluku itu tidak sampai satu juta. Untuk pemilu 2024 nanti, total pemilih Maluku Utara hanya 953.978 yang tersebar dalam 4.192 TPS, 10 kabupaten dan kota, 118 kecamatan dan 1.185 desa/kelurahan.
Dari sederet problem yang diungkap Thamrin, Komunikolog Unhas, Dr Hasrullah menegaskan bahwa tidak bisa tidak, para tokoh Maluku Utara harus mau dan berani terjun ke palagan politik. Karena berbagai problem yang mencuat itu, semuanya bermuara pada kebijakan politik negara. Dia pun menantang para tokoh dari Maluku Utara khususnya dan Kawasan Timur Indonesia untuk berani bersuara keras di tingkat nasional.
“Untuk bisa mendapat perhatian Jakarta (pemerintah pusat), harus berani dan mau bersuara keras. Dan itu hanya bisa serta efektif dengan terjun ke palagan politik. Tanpa itu, ya bakal sia-sia saja,” Hasrullah mengingatkan.
Tantangan itu direspons tuntas Thamrin dengan mengatakan bahwa era digitalisasi sekarang juga bisa dijadikan sebagai sarana perjuangan. Tentu dengan melibatkan para content creator lokal dengan follower melimpah. “Dengan catatan, fasilitas jaringan internet tersedia. Masalahnya, di daerah seperti Maluku Utara, jaringan internetnya belum stabil,” keluh Thamrin.