FAJAR.CO.ID -- UU Kesehatan yang telah disahkan kini jadi polemik. Salah satu yang disorot pada aturan tentang kawasan tanpa rokok dan kewajiban menyediakan ruang untuk merokok atau smooking room.
Aturan itu tertuang di pasal 151. Pada ayat 1 dijelaskan bahwa kawasan tanpa rokok terdiri atas fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan.
Lalu, ayat 2 menyebutkan bahwa pemda wajib menetapkan dan mengimplementasikan kawasan tanpa rokok di wilayah masing-masing. Selanjutnya, ayat 3 menyebutkan bahwa pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib menyediakan tempat khusus untuk merokok.
Nah, aturan itulah yang memantik reaksi dari para aktivis antirokok. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menuturkan bahwa adanya smooking room merupakan cacat logika. Sebab, tempat umum dan tempat kerja diwajibkan menyediakan fasilitas untuk merokok.
"Kelihatannya sepele, tetapi secara fundamental pasal ini cacat secara normatif, ideologis, dan bahkan etik moral,” katanya kemarin (15/7).
Pasal 149 ayat 1 dan 2 sudah menyebutkan bahwa produk tembakau termasuk zat adiktif yang penggunaannya dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat. Lalu, pada pasal 4 disebutkan bahwa produksi, peredaran, dan penggunaan produk tembakau harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan profil risiko kesehatan.