Kondisi ini tidak sesuai dengan standar acuan Pertamina yang merujuk pada American Petroleum Institute (API) dengan jarak minimum 60 meter dan National Fire Protection Association (NFPA) yang menetapkan jarak minimum 122 meter.
Jarak ini juga tidak sesuai dengan ketentuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Keputusan Direktur Jenderal ESDM No 309.K/30/DJB/2018 yang mengatur depo Pertamina yang masuk dalam kelas I-II B, jarak minimum +50 meter.
“Syarat minimum jarak tersebut ditentukan dengan memperhatikan potensi risiko yang diakibatkan dari aktivitas yang dilakukan oleh Depo Pertamina yang berpotensi membahayakan lingkungan sekitar,” tutur Rizal.
Dikatakan, jarak minimum yang tidak sesuai standar berisiko menimbulkan gangguan kesehatan seperti gangguan pernafasan, pusing, dan hilang kesadaran yang merupakan dampak dari paparan uap yang mengandung senyawa kimia berbahaya bagi tubuh.
Selain itu, ketidaksesuaian jarak minimum menunjukkan ketidakmampuan Pertamina dalam memenuhi studi kelayakan lingkungan. Emisi yang dihasilkan dari aktivitas Depo mengganggu kualitas udara di lingkungan sekitar.
Berdasarkan survei yang dilakukan Polinet di Kecamatan Ujung Tanah, ditemukan adanya pencemaran udara di sekitar depo Pertamina.
Hal ini ditandai dengan adanya bau gas dengan kombinasi cuaca panas mengakibatkan masyarakat banyak masyarakat yang mengalami flu, pusing dan bahkan sesak napas.
Selain itu menandakan bahwa adanya pengelolaan limbah yang kurang baik pada Depo Pertamina.