FAJAR.CO.ID,MAKASSAR — Jika dulu Ani (bukan nama sebenarnya) pesimis melanjutkan hubungan asmaranya karena restu keluarga, kini lebih dari itu. Tantangan cintanya kini diadang negara.
Ani seorang muslimah, sementara kekasihnya, Johnny (bukan nama sebenarnya) menganut Agama Kristen. Mereka berpacaran sejak keduanya masih kuliah.
“Empat tahun lalu,” kata perempuan berumur 23 tahun itu kepada fajar.co.id, Jumat 21 Juli 2023.
Tidak mudah menjalani hubungan lintas agama. Apalagi jika keluarga tak merestui. Kakaknya, sejak awal selalu memperingatkan Ani tak perlu serius menjalin kasih dengan Johnny.
“Lagipula kalian tidak akan bisa bersama,” ujar Ani. Meniru kalimat yang kerap dilontarkan kakaknya.
Karena intervensi itu, hubungan Ani dan Johnny sempat kandas. Namun tidak lama, mereka kembali bersama. Walaupun dijalani sembunyi-sembunyi.
“Alasan kembali bersama karena memang tidak ada alasan untuk putus. Kami saling mencintai,” tuturnya.
Sebagai sepasang yang menjalin kasih, Ani bilang sudah barang tentu ingin melanjutkan hubungan pada jenjang pernikahan. Begitu pula dengan Johnny.
Persoalannya adalah keyakninan keduanya berbeda. Islam dalam keyakinan Ani, melarang nikah beda agama. Begitu pula dengan Johnny.
Ditambah lagi, kini Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023. Bak lari halang rintang, edaran ini menambah aral hubungan keduanya.
Bagaimana tidak, edaran itu menegaskan pengadilan tak boleh lagi mengizinkan pencatatan pernikahan beda agama.
Di tengah kekosongan payung hukum perkawinan beda agama, surat edaran yang dikeluarkan pada 17 Juli 2023 itu malah membuat harapan Ani dan Johnny untuk menuju pernikahan makin pupus.
Ani memang tak henti-henti memanjatkan doa agar hubungannya langgeng dan bisa melangkah ke pernikahan. Entah bagaimana caranya. Saking pasrahnya, ia bahkan kerap berkelakar.
“Mudah-mudahan dikabulkan. Kan berdoanya kepada dua tuhan,” seloroh Ani.
Namun begitu, Ani mengaku tak ambil pusing. Jika keluarga dan negara melalui hukumnya tidak merestui, maka mau bagimana lagi. Hubungan mesti diakhiri.
“Tidak apa-apa. Bisa cari yang lain. Kalau di Bugis, jalan pintasnya dijodohkan. Mau bagaimana lagi,” imbuhnya lirih.
Sebenarnya, pernikahan beda agama bukan tidak mungkin. Laporan Indonesian Conference om Religion and Peace (ICRP) menyebutkan, sejak 2015 hingga 2022, ada 1.425 pasangan di Indonesia yang menikah beda agama.
Teranyar, putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 26 April 2022. Perkara yang diputus Hakim Tunggal Imam Supriyadi itu mengabulkan pencatatan nikah beda agama antara pasangan berinisial RA dan EDS.
“Memerintahkan kepada Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya untuk melakukan pencatan perkawinan beda agama Para Pemohon tersebut kedalam Register Pencatan Perkawinan yang digunakan untuk itu dan segera menerbitkan Akta Perkawinan tersebut,” penggalan amar putusan hakim, dikutip fajar.co.id dari Direktori Putusan MA.
Hakim dalam memutus perkara ini merujuk pada pasal 21 ayat 3 Undang-Undang (UU) Perkawinan dan Pasal 35 UU Administrasi Kependudukan.
Dalam pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan, disebutkan perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan antar umat berbeda agama.
Sementara pasal 21 ayat 3 dijelaskan, pasangan yang perkawinannya ditolak pegawai pencatat perkawinan berhak mengajukan permohonan pada pengadilan.
Karenanya, tak sedikit yang menilai SE MA Nomor 2 Tahun 2023 itu diskriminatif. Johanes (bukan nama sebenarnya) misalnya, merasa edaran ini mengebiri haknya.
Johanes merupakan penganut Protestan. Ia menjalin asmara dengan dengan Siska (bukan nama sebenarnya), pemeluk Agama Katolik.
“Kita suka sama suka dan ingin saling menemani. Edaran ini jelas membatasi kebebasan. Melanggar HAM (Hak Asasi Manusia,” ujar lulusan Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya Makassar itu.
Jika Ani dan Johnny berserah pada takdir. Johanes beda lagi. Jika tiba waktunya akan melegalkan hubungan, ia membuka diri untuk pindah agama.
“Mungkin saya yang log out (keluar dari agamaku) atau mungkin dia (Siska). Atau bisa saja dua-duanya. Bisa jadi,” akunya.
Sebagai orang yang punya pengetahuan hukum, sebenarnya Johanes paham. Mencatat pernikahannya tidak mesti salah satu di antara mereka pindah agama. Ada opsi lain.
Berangkat ke luar negeri lalu menikah di sana. Kemudian pulang ke Indonesia melaporkan dokumen catatan sipilnya.
“Tapi bagaimana jika tidak punya uang? Jelas tidak bisa lah,” pungkas Johanes.
(Arya/Fajar)