FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Neraca perdagangan Indonesia surplus selama 38 bulan beruntun. Namun itu bukan pertanda ekonomi baik-baik saja, banyak menimbulkan kekhawatiran.
Surplus terjadi bukan karena ekspor yang meningkat, namun impor yang terus melemah. Ini menandakan ada pelemahan permintaan pasar di dalam negeri. Impor terbesar Indonesia datang dari Tiongkok, utamanya barang-barang mesin, elekronik dan perangkatnya.
Secara tahunan, impor barang modal turun 18 persen (mtm). Sementara impor barang konsumsi terkoreksi 23,3 persen (mtm) dan turun 6,6 persen (yoy) menjadi 1,59 miliar dolar AS. Impor bahan baku/penolong jatuh 19,2 persen (mtm) dan jeblok 23,8 persen (yoy) menjadi 23,36 miliar dolar AS.
Maka dari itu, diperlukan langkah terobosan meningkatkan konsumsi dalam negeri untuk keluar dari kondisi anjloknya impor. Sebab investasi Indonesia menggantungkan barang modal dan bahan baku impor. Jika impor bahan baku melemah, maka kemungkinan investasi ikut melandai.
Analis Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar Abdul Muthalib mengemukakan fenomena impor anjlok karena konsumsi masyarakat menurun. Menurutnya, ada sejumlah industri yang belum normal produksinya akibat permintaan pasar masih melemah. Termasuk permintaan barang elekronik yang menurun sejak beberapa tahun terakhir.
Kondisi itu bisa diperparah dengan fenomena penurunan ekspor. Banyak negara yang mengurangi permintaan akibat efek ekonomi yang melemah. Menurut Muthalib, ini merupakan situasi yang kompleks dan memiliki dampak yang luas
terhadap perekonomian Indonesia.
"Ada beberapa poin penting yang dapat diperhatikan dalam menghadapi situasi ini dan mencari solusi agar aktivitas ekspor dan impor kembali bergeliat," ucapnya.
Poin yang dimaksud yakni stimulus ekonomi. Pemerintah dapat mengimplementasikan berbagai langkah stimulus ekonomi untuk mendorong konsumsi masyarakat. Mulai dari insentif pajak atau subsidi bagi sektor-sektor yang terdampak secara langsung.
"Pemerintah dapat meningkatkan investasi dalam infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang," ucapnya.
Pembangunan infrastruktur yang baik akan meningkatkan daya saing dan efisiensi dalam perekonomian. Ini dapat menarik minat investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Kemudian poin selanjutnya yaitu diversifikasi pasar ekspor, hal tersebut diyakini mampu mengurangi ketergantungan pada beberapa pasar ekspor tertentu dengan mengembangkan pasar baru di negara-negara lain.
"Diversifikasi pasar akan membantu mengurangi risiko penurunan permintaan dari pasar yang dominan dan melindungi ekonomi dari ketidakstabilan global," katanya.
Lalu prioritaskan industri lokal, bagaimana mendorong produksi dan konsumsi produk dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor, terutama untuk barang modal dan bahan baku/penolong.
"Dukungan pada industri lokal akan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing, dan mengurangi beban impor," ujaranya.
Kebijakan moneter dan fiskal juga mesti diperhatikan. Pemerintah harus mengadopsi kebijakan moneter dan fiskal yang bijaksana untuk memengaruhi tingkat suku bunga, inflasi, dan nilai tukar mata uang.
"Langkah-langkah ini dapat membantu mengendalikan ekonomi dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi aktivitas ekspor dan impor," ucapnya.
Terakhir, kembangkan ekonomi digital, meningkatkan sektor ekonomi digital dan teknologi informasi dapat membuka peluang baru untuk ekspor dan impor.
Pengaruh Global
Ketua Bidang Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri Apindo Sulsel Arief R. Pabettingi, mengakui ada penurunan ekspor. Hal itu dipicu adanya penurunan permintaan dari pasar potensial.
"Saat ini menurut para ahli ekonomi sedang terjadi perlambatan ekonomi, dan memang terjadi penurunan permintaan untuk komoditas ekspor Sulsel dari dari negara tujuan utamanya Tiongkok," sebutnya.
Menurutnya, saat ini Tiongkok terjadi kerisis energi, kemudian covid di sana juga belum sepenuhnya hilang. Jadi otomatis banyak wilayah yang masih memberlakukan PSBB sehingga pergerakan masyarakatnya terbatas.
"Apalagi Tiongkok itu negara tujuan ekspor Sulsel yang terbesar untuk saat ini, sehingga memang terjadi penurunan volumen ekspor untuk komoditas rumput laut, yang dulunya kita biasa mengirim 300 Kontainer per bulan sekarang pengiriman hanya mencapai 100-150 kontainer," terangnya.(sae/dir/fajar)