FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) menggandeng School of Business and Management Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) mengusulkan biofuel sebagai alternatif yang penting bagi Indonesia dan ASEAN dalam mencapai tujuan energi terbarukan.
Hal tersebut sesuai dengan studi kebijakan IPOSS bersama dengan SBM ITB yang bertajuk 'NAVIGATING THE FUTURE: Opportunities, Challenges and Strategies of Biofuel Development in South East Asia' yang akan diluncurkan pada Rabu, 2 Agustus mendatang.
"Dengan mengembangkan biofuel, kita secara aktif berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim dan meningkatkan kualitas udara, membuka jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan," kata Vice Chairman Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) Sofyan Djalil, kepada awak media, Kamis (21/7/2023).
IPOSS dan SBM ITB memandang bahwa pengalaman luas di Indonesia, Malaysia, dan beberapa negara ASEAN lainnya telah membuktikan kemampuan biofuel sebagai solusi berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakar fosil.
Lebih jauh, hal tersebut juga akan memperkuat ketahanan energi dan mendukung pembangunan ekonomi.
Lebih rinci, Sofyan mengatakan peluncuran hasil studi kebijakan IPOSS dan SBM ITB akan dilangsungkan bersamaan dengan seminar internasional yang berjudul 'Integrating Biofuels as the Main Pillar of ASEAN Renewable Energy Development for a Resilient and Sustainable Just Energy Transition'.
Acara ini, kata dia, merupakan side event Keketuaan ASEAN Bidang Energi di bawah koordinasi Senior Official Energy (BUMN) Leader Keketuaan ASEAN 2023 Penyelenggaraan event ini sejalan dengan visi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 yang berkomitmen untuk mendorong tercapainya agenda-agenda krusial di berbagai sektor, termasuk energi.
Adapun nantinya, kata Sofyan, acara seminar intenasional tersebut secara spesifik ingin memberikan masukan dalam pengembangan Peta Jalan Energi Terbarukan ASEAN Jangka Panjang (ASEAN Long-Term Renewable Energy Roadmap), sebagai langkah strategis dalam memajukan transisi energi di Indonesia dan ASEAN.
"Fokus utamanya adalah mempromosikan transisi energi yang berkelanjutan, memperkuat kemandirian energi, dan meningkatkan ketahanan energi di kawasan," jelasnya.
Selanjutnya, Yudo Anggoro dari SBM-ITB mengatakan alasan utama ASEAN berpeluang mengembangkan biofuel sebagai alternatif yang berkelanjutan untuk mendukung transisi energi di ASEAN, karena produksi biofuel bergantung pada bahan baku seperti tebu, kelapa sawit, dan berbagai biji minyak.
Di Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, menurut Yudo, pertanian memainkan peran penting dalam perekonomian, pengembangan biofuel menciptakan peluang baru bagi petani dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat perdesaan serta mempercepat pengentasan kemiskinan.
Dari sudut pandang ekonomi, pengembangan sektor biofuel dan rantai pasok terkait memiliki potensi yang sangat besar untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan menciptakan banyak kesempatan kerja. Lalu, investasi dalam infrastruktur produksi biofuel, penelitian dan pengembangan, dan manufaktur membuka jalan bagi industri yang berkembang.
"Saat sektor ini berkembang, hal itu menciptakan peluang kerja di seluruh rantai nilai, mulai dari pertanian dan pemrosesan hingga distribusi dan ritel," tandasnya. (Pram/Fajar)