FAJAR.CO.ID -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK terkesan "cuci tangan" atas penetapan status tersangka Kepala Basarnas (Kabasarnas) Mayjen TNI Henri Alfiandi. Pegawai KPK mengaku kecewa kepada pimpinan KPK yang justru menyalahkan para penyidik di lapangan atas kasus tersebut.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan status tersangka pada Kepala Basarnas RI periode 2021-2023 Mayjen TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Belakangan, pimpinan KPK meminta maaf dan mengaku penyidik atau tim penindakan khilaf atas penetapan status tersangka Mayjen TNI Henri Alfiandi yang merupakan anggota TNI aktif. Sesuai undang-undang, proses hukum anggota TNI aktif di bawah kewenangan TNI.
Setelah pimpinan KPK meminta maaf dan terkesan menyalahkan tim penindakan KPK, para pegawai menunjukkan kekecewaan melalui surat elektronik yang ditujukan kepada pimpinan dan Dewas KPK.
“Pada momen ini, terjadi suatu hal yang mengagetkan dan mengecewakan baik di kalangan publik maupun internal KPK. Di kalangan publik yang awam, tentu muncul serangkaian prasangka negatif dan pertanyaan retoris bahkan sinis atas peristiwa tersebut (Pimpinan KPK salahkan tim penyelidik tetapkan Kabasarnas tersangka-Red)” tulis para pegawai, yang salinan suratnya diperoleh JawaPos.com (Grup FAJAR), Sabtu (29/7) pagi.
Sementara di kalangan internal KPK, khususnya pegawai dan lebih khususnya pegawai pada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, terjadi demoralisasi dan mosi tidak percaya dengan kredibilitas serta akuntabilitas pimpinan KPK yang seakan lepas tangan, cuci tangan bahkan mengkambinghitamkan bawahan.
“Sebagai output atas tiga peristiwa di atas, kami sebagai ”grass root” di tubuh penindakan KPK sangat prihatin atas pernyataan salah satu pimpinan KPK yang terkesan menyalahkan petugas/ tim lapangan atas hasil kerja kerasnya yang telah bersusah payah mengorbankan keselamatan diri, waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengharumkan nama KPK sebagai salah satu lembaga pemberantas korupsi terbaik dan berintegritas di negeri ini,” jelas para pegawai dalam suratnya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak, sebelumnya mengaku khilaf telah menetapkan dua Anggota TNI sebagai tersangka. Kedua Anggota TNI yang ditetapkan tersangka tersebut yakni Kepala Basarnas (Kabasarnas) periode 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).
Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023. Penetapan tersangka kedua Anggota TNI tersebut hasil gelar perkara dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya, manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," kata Johanis Tanak di Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).
Berdasarkan aturan hukum peradilan, jika ada Anggota TNI yang terjerat kasus, maka peradilan militer yang menangani. Hal itu diatur dalam aturan hukum peradilan militer.
Oleh karenanya, KPK meminta maaf karena telah menetapkan Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
"Di sini ada kekeliruan dari tim kami ada kekhilafan. Oleh karena itu, tadi kami sampaikan atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan," tegas Johanis.
Menanggapi sikap pimpinannya, Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu dikabarkan mundur dari jabatannya sebagai Direktur Penyidikan (Dirdik) sekaligus Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengunduran ini diduga buntut kekecewaan Asep atas sikap pimpinan KPK Johanis Tanak, menyalahkan tim penindakan yang menetapkan Kabasarnas RI periode 2021-2023 Mayjen TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
"Sehubungan dengan polemik terkait OTT di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran POM TNI beserta PJU Mabes TNI. Dimana kesimpulannya dalam pelaksanaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilapan, sebagai pertanggung jawaban saya selaku Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan dengan ini saya mengajukan pengunduran diri," demikian bunyi pesan singkat dalam aplikasi whatsApp yang beredar di kalangan wartawan, Jumat (28/7) malam.
Dalam pesan itu, disebutkan bahwa alasan Asep mengundurkan diri karena dinilai gagal menjadi pemimpin bagi anak buahnya dalam melakukan penyidikan perkara korupsi.
"Karena itu bukti saya tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan," lanjut pesan tersebut.
Rencananya, Asep akan mengajukan surat resmi pengunduran dirinya, dari KPK pada Senin (31/7).
"Percayalah, apa yang saya dan rekan-rekan penyelidik, penyidik dan penuntut umum lakukan semata-mata hanya dalam rangka penegakkan hukum untuk memberantas korupsi," tutup pesan tersebut.
Terkait kabar ini, JawaPos.com, sudah berupaya mengonfirmasi kepada Asep. Namun, hingga berita ini diturunkan, Asep belum merespons pesan konfirmasi tersebut.
Senada dengan Asep, para pegawai juga menyatakan kekecewaanya kepada sikap pimpinan KPK. Para Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar pimpinannya mundur dari jabatan.
Tuntutan ini dilayangkan para pegawai, karena kecewa terhadap sikap pimpinan yang menyalahkan tim penindakan menetapkan Kabasarnas RI periode 2021-2023 Mayjen TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
"“Menuntut pengunduran diri pimpinan KPK karena telah berlaku tidak profesional dan menciderai kepercayaan publik, lembaga KPK maupun pegawai KPK,” tulis pegawai KPK dalam surat elektronik yang ditujukan kepada pimpinan dan Dewas KPK.
Selain meminta pimpinannya mundur, para pegawai KPK juga meminta agar Firli Bahuri Cs meminta maaf kepada publik, lembaga KPK dan pegawai KPK.
Lebih lanjut, dalam surat elektronik tersebut, para pegawai juga menuntut agar para pimpinannya meralat pernyataan yang telah disampaikan kepada publik dan media. (fajar/jawapos)