Ahli Hukum TNI ke KPK, Panglima: Kalau Saya Perintahkan Batalion yang Geruduk, Itu Intervensi

  • Bagikan
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menjawab pertanyaan wartawan di kediaman resmi wakil presiden Jakarta pada Rabu (2/8/2023). ANTARA/Desca Lidya Natalia

FAJAR.CO.ID -- Panglima TNI Laksamana Yudo Margono membantah dengan tegas adanya anggapan intimidasi atau intervensi terhadap KPK terkait dugaan korupsi di Basarnas. Anggota TNI yang melakukan koordinasi ke KPK adalah pakar hukum yang bekerja sesuai kewenangan yang diatur dalam undang-undang.

Yudo Margono pun membantah ada initimidasi anggota TNI kepada pimpinan maupun penyidik KPK. Dia juga telah menyerahkan penyelesaian kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional atau Basarnas kepada Polisi Militer (POM) TNI.

Dua orang anggota TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas yakni, Kepala Basarnas, Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Marsdya TNI Henri Alfiandi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK lantaran diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023.

KPK juga menetapkan tersangka dari pihak sipil yakni, Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.

Laksamana Yudo Margono menguraikan, sesuai undang-undang, dibentuk POM (Polisi Militer) TNI untuk menyidik tindak pidana yang terjadi di militer. Yudo menyebut TNI juga tunduk pada peraturan perundang-undangan.

"Makanya saya minta pada masyarakat jangan punya perasaan seolah-olah diambil TNI dilindungi, tidak," tegas Yudo.

Yudo menegaskan, UU yang menyatakan itu. "Bukan kami yang meminta. Ada UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer kan jelas, UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI sudah jelas. Peradilan umum selama tidak ada ketentuan UU baru yang mengatur UU No. 31 tahun 1997, jadi masih tunduk pada peradilan militer dan selama ini sudah terjamin," jelas Yudo.

Yudo juga mengatakan kasus Kabasarnas bukan perkara pertama di TNI.

"Kasus satelit juga ditangani sama dijatuhkan hukuman yang maksimum, terus juga yang Bakamla dijatuhkan maksimum. Mana lagi? tidak ada, makanya jangan ada ketakutan. Mari kita monitor bersama-sama," tambah Yudo.

Yudo menegaskan tidak ada intimidasi dari TNI terhadap pimpinan KPK maupun penyidik KPK oleh anggota TNI.

"Tidak lah, masa terintimidasi orang itu tugasnya masing-masing kok. Kalau saya intervensi itu memerintahkan batalion mana tak suruh geruduk situ itu namanya intervensi, yang datang itu SH (sarjana hukum) dan MH (master hukum) semua itu, mulai Danpom TNI, Kabapinkum, Japtikder khusus untuk kita koordinasi sesuai dengan pakar-pakar hukumnya di TNI dan pakar hukum di KPK," papar Yudo.

Yudo juga menyerahkan penyelesaian kasus tersebut seluruhnya ke Polisi Militer (POM) TNI.

"Diserahkan ke POM TNI, sesuai kewenangan-nya. Saya kan tidak punya kewenangan, yang menyidik yang jelas POM sama KPK karena ini tindak pidana korupsi, yang punya kewenangan kan KPK dan POM, kan sudah ada UU yang mengatur," tambah Yudo.

Namun, Yudo tetap meminta bukti-bukti yang ada di KPK juga diserahkan ke POM TNI.

"Kalau tidak diberikan ke POM kan tidak bisa, alat buktinya dari mana? Masa dari awal lagi? Dari awal lagi kan sulit, yang memiliki bukti kan dari KPK dan sudah diserahkan juga, makanya waktu kemarin press release itu kan sudah disampaikan semua," ungkap Yudo.

Diketahui Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku mendapatkan empat karangan bunga bertuliskan "Selamat Atas Keberhasilan Bapak Alexander Marwata Memasuki Pekarangan Tetangga". Karangan bunga itu muncul saat KPK sedang dalam polemik karena penanganan kasus Basarnas. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur juga diduga menerima kiriman bunga selang beberapa hari OTT di Basarnas. (antara/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan