FAJAR.CO.ID -- Serombongan perwira tinggi TNI berseragam loreng mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, beberapa waktu lalu. Kedatangan mereka terkait penetapan tersangka Kepala Basarnas (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Tindakan serombongan perwira tinggi TNI berseragam loreng mendatangi KPK dianggap oleh sejumlah kalangan sebagai bentuk intimidasi ke pimpinan dan penyidik KPK. Apalagi, saat itu mereka mempertanyakan penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Soal serombongan perwira tinggi berseragam loreng datangi KPK, Komandan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko memberikan penjelasan.
Marsda Agung Handoko mengatakan, kebetulan hari itu adalah hari Jumat, semua prajurit TNI mengenakan seragam loreng. Di luar hari itu, mengenakan seragam angkatan masing-masing.
Namun, Agung Handoko membantah itu bentuk intimidasi ke KPK. Menurutnya, semua anggota yang dibawa adalah aparat penegak hukum di lingkungan TNI.
"Jadi kami mengantisipasi dengan menyiapkan semua aparat penegak hukum di TNI datang ke KPK untuk menanyakan alasan dan pertimbangannya menetapkan anggota TNI aktif sebagai tersangka," kata Marsda Agung Handoko dalam program Rosi yang disiarkan KompasTV pada Kamis (3/8) malam.
gung menegaskan tidak ada ketersinggungan dengan penetapan tersangka anggota TNI oleh KPK. Hanya saja, TNI ingin meluruskan atau mendudukkan hukum pada porsinya.
"Kami memang tidak terima (penetapan tersangka Kabasarnas oleh KPK) karena bukan pada porsinya. KPK punya porsi, TNI juga punya porsi. Jadi maknanya bahwa kami tidak terima, seperti itu. Bukan dalam arti tersinggung," jelasnya.
Agung menjelaskan, TNI tidak terima penetapan tersangka kabasarnas, karena mendengar dari media massa, bukan dari KPK langsung. TNI juga tidak terima, karena penetapan anggota TNI aktif oleh KPK yang bukan ranahnya.
Sebelumnya, pimpinan KPK mengaku sudah melibatkan POM TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai penetapan status hukum pihak terkait. Pimpinan KPK juga mengaku sudah berkoordinasi.
Terkait itu, Agung mengakui, KPK sudah menghubungi POM TNI ketika ada berita salah satu anggota TNI aktif tertangkap tangan kasus dugaan korupsi. "Kita memang dihubungi setelah ada berita dari media. Kami perintahkan staf ke KPK untuk berkoordinasi," urainya.
Agung juga mengakui, pihak TNI berdiskusi hingga menjelang malam terkait rencana penetapan tersangka kasus dugaan korupsi di Basarnas. Pada akhirnya dilaksanakan ekspose dan wacana penetapan tersangka penerima dan pemberi suap.
"Kami akui memang ada koordinasi. Tapi tim kami mempersilakan penetapan tersangka untuk yang sipil, tapi untuk yang militer, kami tidak setuju. Silakan tetapkan tersangka untuk yang sipil, untuk yang militer, akan diserahkan ke POM TNI," ujar Agung.
Namun, KPK tetap mengumumkan semua tersangka baik dari sipil maupun militer.
Agung menegaskan TNI pada prinsipnya taat hukum dan patuh pada undang-undang yang ada. Memang benar sudah ada UU TNI Tahun 2004 pasal 65 yang menyatakan prajurit yang melanggar tindak pidana umum diadili di peradilan umum dan jika melanggar tindak pidana militer diadili di peradilan militer. (fajar)