"Karena selevel menteri pengambil kebijakan itu harus dibuktikan apakah dari kebijakan itu dia mendapat keuntungan. Harus dibuktikan itu, kalau tidak itu sulit. Iya keuntungan itu bisa pribadi, bisa keluarganya, bisa orang lain yang punya hubungan," ungkapnya.
Fickar meyakini pemeriksaan Kejagung terhadap Airlangga beberapa waktu lalu mengisyaratkan adanya benang merah Ketua Umum Partai Golkar itu dalam kasus korupsi CPO. Apalagi, Airlangga disebut-sebut memiliki saham dari beberapa perusahaan yang menggarap ekspor tersebut.
"Malah saya bilang tadi enggak logic gitu, orang yang diuntungkan sudah dijadikan tersangka, kok yang pengambil kebijakan belum, bahkan baru diperiksa, kan enggak logic. Ini satu rangkaian, harus diperiksa dan diproses," herannya.
Fickar mengingatkan Kejagung untuk menuntaskan pengusutan keterlibatan orang-orang besar di kasus korupsi CPO tersebut. Dia yakin Kejagung masih akan memeriksa dan mendalami lebih lanjut keterangan Airlangga untuk menemukan bukti kuat.
"Oh iya karena kan sekarang belum jelas, Airlangga itu saksi atau apa belum jelas. Dia belum ditetapkan sebagai tersangka. Mungkin dari pemeriksaan kemarin dievaluasi, ditambah alat bukti, dipanggil lagi mungkin bisa jadi tersangka," jelasnya.
Sebelumnya, Kejagung memanggil Airlangga sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada Selasa, 18 Juli 2023.
Kuat dugaan Airlangga mengetahui ihwal praktik amis tersebut. Khususnya, terkait pemberian izin ekspor kepada ketiga perusahaan yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.