Ia mengatakan, bagi yang mampu akan membayar iurannya sendiri. Bagi pekerja penerima upah atau pekerja formal, maka iuran JKN dibayar secara gotong royong antara pekerja atau mengiur 1 persen dan pemberi kerja mengiur 4 persen.
Sementara masyarakat yang tidak mampu akan dibayarkan pemerintah melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).
"Tidak adanya mandatory spending, tidak akan berpengaruh terhadap aspek layanan kesehatan yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan seperti yang selama ini sudah berjalan," katanya.
Sebelumnya, Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengkritik penghapusan mandatory spending kesehatan. Secara yuridis langkah itu bertentangan dengan Tap MPR no.X/ MPR/2001 di Poin 5a huruf 4 yang menugaskan kepada Presiden untuk mengupayakan peningkatan anggaran kesehatan 15 persen dari APBN.
la menilai, penghapusan mandatory spending kesehatan akan berpotensi pada penggunaan dana iuran JKN untuk pembiayaan kesehatan yang seharusnya dibiayai APBN atau APBD.
Selain itu, jumlah peserta PBI yang dibiayai iurannya dari APBN dan APBD akan dikurangi. "Hal ini berarti akan semakin banyak rakyat miskin yang dinonaktifkan dari JKN," ujarnya. (antara/fajar)