Menurut Andi Darmawan Bintang, tradisi dan budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang perlu dihormati. Namun, tradisi tersebut tidak pula menghilangkan hak asasi anak kita dalam perkembangan kehidupan mereka. Apakah itu untuk mendapatkan pendidikan dan perlindungan.
"Di Sulsel, beberapa permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan anak ini terjadi karena beberapa daerah banyak yang didasari oleh faktor tradisi atau bagaimana tetap mempertahankan nilai-nilai keluarga yang ada di sekitar mereka," ungkapnya.
"Untuk itu, ini menjadi tugas kita bersama agar ada penyelesaian terkait dengan ini. Anak-anak kita sebenarnya mau berbicara, hanya saja mereka kurang mempunyai ruang untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, pendapat, dan hal-hal lain yang menjadi persoalan mereka," kata Andi Darmawan Bintang.
Ia mengusulkan agar semua stakeholder bisa mendengarkan pendapat anak. Terutama yang tumbuh kembangnya mendekati usia perkawinan.
"Bisa didengarkan melalui sebuah dialog non formal yang masing-masing diadakan di sekolah mereka. Mungkin satu kali satu bulan ataukah ada periode waktu tertentu, dimana mereka berbicara ada yang mendengarkan. Tidak hanya dalam lewat forum ini, tetapi ada forum yang menjadi kewajiban bagi sekolah untuk melaksanakan dialog dengan siswa-siswinya untuk mendengarkan aspirasinya, pendapat atau persoalan mereka," jelasnya.
Hal ini, sambungnya, juga menjadi laporan pada dinas pendidikan, atau pemerintah setempat, hal-hal yang menjadi issue atau hal-hal yang anak-anak pikirkan. Diharapkan, tindakan untuk melakukan pencegahan perkawinan dini tidak hanya dilakukan melalui forum formal, tetapi perlu pula kita lakukan sosialisasi dengan mendatangi sekolah, sehingga ini menjadi pengetahuan yang dapat mereka bawa pulang ke rumah dan menjadi bahan sosialisasi kepada orang tua atau lingkungan keluarga.