FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Komisi C DPRD Makassar kembali menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dalam rangka menindaklanjuti surat Aliansi Masyarakat Tamalanrea terkait rencana lahan (Pengolahan Sampah Energi Listrik) PSEL di Kecamatan Tamalanrea, Jumat, (11/8/2023).
RDP ini dihadiri Prof Ari Darmawan Pasek, Prof Batara Surya, Prof Huzairin, Dr Arif Wicaksono Dr. Jaka, para pejabat Pemkot Makassar yang bersangkutan, warga Tamalanrea, warga Biringkanaya hingga warga Manggala.
Namun yang menuai sorotan adalah setelah RDP ditutup, para peserta di dalam ruangan nyaris ricuh.
Salah satu tokoh masyarakat Tamangapa, Manggala Nasir terdengar berteriak.
“Ada apa kontraktor disuruh beli disana, ada apa, buktikan persyaratannya,” kata Nasir.
Sementara itu, dalam rapat, Wakil Ketua DPRD Makassar Adi Rasyid Ali (ARA) mengantisipasi potensi pelanggaran tata ruang.
“Kami mendukung proyek ini jangan sampai melanggar aturan. Revisi RTRW mulai jalan untuk masuk ini barang. Tapi pasti asistensi provinsi,” kata ARA.
Anggota DPRD Komisi C, Supratman juga mempertanyakan rencana lahan PSEL di Tamalanrea.
“Di Manggala buang sampah. Tiba tiba mau dipindahkan ke Tamalanrea,” tutur Supratman.
Ahli dari Unhas, Dr. Eng Iksan menyebut atas nama Universitas Hasanuddin, dia mengetahui bahwa pihaknya siap mempertanggungjawabkan secara keseluruhan.
“Kami berada atas nama Universitas Hasanuddin Makassar. Kami bisa pertanggungjawabkan secara keseluruhan. Dan kami sudah menjelaskan ke APH,” ucapnya.
Sementara itu, Ahli Tata Kota Unibos, Prof Batara Surya, menyampaikan bahwa pada dasarnya PSEL ini baik.
Hanya saja, dia meminta agar Perda RTRW dan Perda rencana detail KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis).
Menurutnya, yang harus dihitung adalah sistem transportasi Kota Makassar. Semua ruas jalan di Kota Makassar memiliki tingkat kemacetan tinggi.
“Apakah sistem transportasi Makassar sudah kita liat metropolitan Mamminasata. Di mana pun lokasinya bisa diantisipasi dampaknya, tapi resiko yang tidak bisa kita hindari adalah tranportasi karena sudah terbangun,” ujar Prof Batara.
Jangan sampai kata dia, pembangunan ini ada unsur baru mengganggu sekitarnya.
“Yang paling penting pembangunan bisa diterima semua orang karena bagaimana pun yang merasakan masyarakat bukan untuk kelompok dan kelompok tertentu,” tandas Prof Batara. (selfi/fajar)