FAJAR.CO.ID -- Langit Jakarta terlihat berkabut setiap hari pertanda kualitas udara Jakarta sedang tidak baik-baik saja. Berdasarkan data Air Quality Index (AQI). Jakarta berada di posisi pertama kota dengan udara terkotor di dunia pada Kamis (10/8).
Melansir IQAir, kualitas udara Jakarta berada di angka 156 dan menjadi kota berudara terkotor di dunia. Posisi Jakarta jauh di atas Dubai, Uni Emirat Arab, dengan nilai AQI 140 dan Lahore, Pakistan dengan nilai 134.
Penyebab kualitas udara Jakarta yang buruk beragam. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebut salah satu penyebab terbesar buruknya kualitas udara di Jakarta adalah transportasi kendaraan pribadi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, transportasi kendaraan pribadi menyumbang sekitar 70 persen pemicu kualitas udara buruk di Jakarta. Menurutnya, jika ingin mengurangi polusi udara di Jakata, maka kurangi mobilitas dengan kendaraan pribadi.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengungkap beberapa penyebab buruknya kualitas udara Jakarta.
Siklus meteorologi dalam tiga bulan terakhir turut memengaruhi kualitas udara di Jakarta kian buruk.
Sigit Reliantoro menyebut setiap bulan Juni, Juli, dan Agustus selalu terjadi peningkatan pencemaran di Jakarta. Pencemaran udara ini dipengaruhi oleh udara dari timur yang kering.
Selain faktor meteorologi, pembuangan emisi dari kendaraan yang sangat padat pada hampir semua ruas jalan di Jakarta menjadi penyumbang polusi udara.
Hasil kajian pemicu polusi udara tahun 2020 yang dilakukan Pemprov DKI , sumber pencemaran batu bara menyumbang emisi 0,42 persen, dari minyak bumi 49 persen sementara gas sebesar 51 persen.
Sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara yakni sekitar 44 persen, industri 31 persen, industri energi manufaktur 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen.
Sementara itu, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Greenpeace, banyak faktor penyebab polusi udara di Kota Jakarta. Namun, asap pembakaran batu bara kerap terabaikan dari perhatian publik.
Melansir laman Greenpeace.org yang menggunakan studi Vital Strategies, pembakaran batu bara menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta.
Hasil studi itu menunjukkan hampir seperlima polusi berasal dari pembakaran batu bara. Setidaknya ada 8 pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbahan bakar batu bara menghimpit Kota Jakarta dalam radius 100 km.
Lebih parah, pada tahun 2020 lembaga penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mencatat bahwa Jakarta juga dikelilingi 118 fasilitas industri yang turut berkontribusi terhadap pencemaran udara di Jakarta.
Dampak buruk batu bara turut dirasakan masyarakat Jakarta, khususnya di Marunda dan sekitarnya. Proses peledakan dan pengeboran dalam proses penambangan menghasilkan mineral halus yang tercampur pada debu yang bisa terhirup dan menjadi penyebab penyakit pneumokoniosis.
Debu ini dibawa ke Marunda, proses bongkar muat yang serampangan mengancam nyawa penduduk ibu kota.
Sebelum dibakar pun batu bara sudah menjadi penyebab bahaya polusi. Setelah dibakar di tungku uap PLTU sebaran polusinya makin luas. (fajar)