FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kualitas udara Jakarta kembali menduduki posisi pertama kota dengan udara terburuk kemarin (13/8) pagi.
Bahkan, hingga sekitar pukul 17.00, Jakarta juga masih bercokol di peringkat ke-13 berdasar data pada laman pemantauan kualitas udara IQAir.
Saat menduduki posisi pertama, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta pada pukul 07.00 berada di angka 172 dengan kategori tidak sehat. Sementara, pada pukul 17.00, indeks AQI Jakarta di angka 94 dengan kategori sedang.
Jakarta juga menempati posisi teratas daftar kota dengan tingkat polusi terburuk pada 7 Agustus lalu. Indeks kualitas polusi udaranya ketika itu mencapai angka 186 dengan kategori tidak sehat. Lalu, pada 12 Agustus 2023 AQI Jakarta juga mencapai angka 177 pada pukul 07.00.
”Jadi, kalau dari sisi siklus, memang pada Juni, Juli, Agustus itu selalu terjadi peningkatan pencemaran di Jakarta karena dipengaruhi udara dari timur yang kering,” ungkap Direktur Jenderal Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sigit Reliantoro.
Menurut Sigit, pencemaran udara tersebut berasal dari bahan bakar yang merupakan sumber emisi. Di antaranya, minyak, gas, dan batu bara. Dia menyebut emisi terbesar berasal dari sektor transportasi yang menyumbang sebanyak 44 persen.
Disusul sektor industri energi 31 persen, manufaktur industri 10 persen, dan komersial 1 persen.
”Peluang terbesar untuk memperbaiki kualitas udara itu adalah kalau kita menyentuh dari sektor transportasi. Dan, cara itu juga telah berhasil diterapkan di Bangkok yang dulu nomor 1 pencemaran udaranya,” jelasnya.