FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Warga sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa, Antang berharap pembangunan Pengelolaan Sampah Berbasis Energi Listrik (PSEL) tetap berada di dalam kawasan TPA.
Wacana pembangunan PSEL ke kawasan Tamalanrea bukan di TPA Tamangapa pun mendapatkan respons dengan penutupan jalur masuk TPA.
Koordinator Aksi, Usman mengatakan, warga sudah sepakat untuk menutup penuh TPA pada seluruh pintu masuk, termasuk jalur Bintang Lima di sisi Timur TPA hingga tuntutan mereka dipenuhi.
"Kita akan menutup lokasi pembuangan sampah sampai aspirasi kita dipenuhi, kita sepakat untuk terus menutup lokasi TPA ini," tegas Usman Kepada FAJAR, kemarin saat ditemui di lokasi.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) kedua, Jumat, 11 Agustus lalu yang sempat diwarnai ketegangan. Apalagi, munculnya isu lokasi pembangunan tersebut berada di dalam kawasan Tamalanrea. Padahal belum ada penetapan pemenang lelang, sehingga kata dia ini kemudian dipertanyakan pihaknya.
Seyogianya kata dia, pembangunan PSEL ini menjadi bentuk restorasi oleh Pemkot Makassar di sekitaran kawasan Tamangapa. Sehingga pembangunan harus tetap di dalam kawasan.
Apalagi kata Usman, sejak dibangun 30 tahun lalu, tak ada satupun warga yang mendapatkan kompensasi bau busuk sampah. Padahal ini telah runut diatur dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan TPA, kemudian Perda No 4 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah.
Dia pun berharap kehadiran PSEL ini bisa mengubah kawasan di sana menjadi lebih baik dan terhindar dari bau busuk. Namun, sayang wacana pembangunan PSEL yang batal di dalam kawasan kemudian memantik massa aksi untuk menutup TPA.
Kata dia, massa aksi akan menutup total TPA hingga ada perwakilan pemkot ataupun provinsi yang bisa memastikan pembangunan PSEl tetap berada di dalam kawasan TPA.
Anggota Komisi C DPRD Makassar, yang juga merupakan Warga Tamangapa, Nasir Rurung mengatakan, kawasan TPA ini sejatinya telah dinaungi dengan baik lewat regulasi di tingkat kota sehingga tak selayaknya kawasan dipindahkan begitu saja.
"Semua aturan baik perwali atau perda RTRW itu sudah ada dibuat, namun masih ada dari kelompok tertentu yang cari celah agar PSEL ini dipindahkan padahal aturan sudah ada," tegas legislator Partai Berkarya ini.
Ia juga mengkritik langkah dari pemkot yang seolah mendahului hasil lelang. Dari keterangan salah satu tim ahli dari Pemkot, lahan di kawasan Tamalanrea bahkan telah dibeli. Keterangan ini disebut Nasir diperoleh dalam RDP Jumat lalu. "Harusnya kita tegak lurus dengan aturan yang ada," jelas Nasir.
Ia juga mengkritik rencana perubahan RTRW yang dinilai tidak tepat dan justru terkesan memaksakan regulasi. "Tidak semudah itu. Kalau merubah RTRW merusak secara keseluruhan," tegasnya.
Soal adanya potensi keterlambatan pengangkutan sampah ini, Nasir mengatakan, ini bukan menjadi kesalahan dari warga, melainkan pihak-pihak yang memaksakan pembangunan di luar kawasan semestinya. "Siapa yang membuat (masalah), saya atau dia? Ini membuat statement kiri kanan yang meresahkan masyarakat," tandasnya.
Mata Pencaharian
Ketua RW 5 Tamangapa, Jafar Muhtar mengatakan setidaknya ada sebanyak 500-an pemulung dan pengangkut sampah yang merupakan warga sekitar bekerja di TPA. "Kebijakan ini bisa jadi menghilangkan mata pencaharian di sini, termasuk pemulung," kata dia.
Meskipun ia akui, soal penutupan ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kota. Sebab ada ribuan tonase sampah yang masuk per harinya. Sehari saja tanpa pengangkutan bisa menyebabkan sampah bertumpuk. "Saya berharap ini cepat direspons oleh pemerintah, supaya sampah ini bisa segera kembali dibuang," jelasnya.
Salah seorang warga yang diketahui bekerja sebagai pengangkut sampah dan pemulung, Baso mengharapkan pemerintah ikut memperhatikan nasib sejumlah pekerja di sana. Ratusan pemulung tersebut menggantungkan pekerjaannya lewat sampah yang masuk. Jika ini dipindahkan maka mata pencaharian mereka jelas akan hilang.
Menanggapi penutupan ini, DLH lewat Kepala UPT TPA Tamangapa, Antang, Nasrun mengatakan, ini telah memberikan impact terhadap pengangkutan sampah di kecamatan. Masalah ini akan memberikan beban yang cukup sulit kepada UPT. Mengingat tonase yang masuk tinggi sementara armada sangat terbatas. "Itu kewalahan kita dengan penutupan ini," katanya. (an/ham)