FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Dalam hal ini kehalalan atas produk Nabidz yang menyerupai Wine.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh menyampaikan MUI tidak bertanggung jawab atas terbitnya Sertifikat Halal produk Nabidz.
"Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI, MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine," tegas Niam dalam keterangannya, dikutip pada Rabu (16/8/2023).
Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine.
Asrorun Niam menjelaskan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan yaitu sebagai berikut.
Pertama, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan
Kedua, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
Tiga, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain