Lebih lanjut, kata Dimas, saat ini Indonesia juga sedang dalam proses untuk menjadi anggota Dewan HAM PBB. Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah menjadikan agenda penuntasan pelanggaran HAM berat sebagai perhatian utama.
"Pemerintah seharusnya menjadikan agenda penuntasan kasus pelanggaran HAM berat sebagai agenda utama di akhir periode kepemimpinan Presiden Jokowi, mengingat Presiden Jokowi menyinggung adanya lembaga internasional yang menyatakan bahwa Indonesia disebut sebagai negara dengan international trust serta comprehensive power, maka mengupayakan penyelesaian pelanggaran HAM berat secara komprehensif tentu akan berdampak positif bagi international trust berbagai negara dan kelompok masyarakat sipil terhadap pemerintah Indonesia," ucap Dimas.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak mempermasalahkan jika dirinya mendapat kritik dari masyarakat. Bahkan, kepala negara tak masalah jika harus disebut seperti seorang Firaun hingga tolol.
"Saya tahu ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Ya ndak apa, sebagai pribadi saya menerima saja," ungkap Jokowi saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR/DPD RI tahun 2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/8).
Namun, ia mengaku sedih karena budaya kesantunan yang selama ini dianut Indonesia sudah mulai ditinggalkan. Jokowi menyebut, cemoohan itu seperti polusi yang menghancurkan sopan santun dan budi pekerti bangsa.
"Tapi yang membuat saya sedih budaya santun, budi pekerti luhur bangsa ini, kok kelihatannya mulai hilang? Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia," pungkas Jokowi. (jawapos/fajar)