Din Syamsuddin Desak Amandemen UUD 1945 Dilakukan Sebelum Pemilu, Sebut Konstitusi Sekarang Biang Ketimpangan

  • Bagikan
Din Syamsuddin

FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mendesak amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 segera dilakukan. Menurutnya, konstitusi pasca amandemen 2002 jadi penyebab ketimpangan yang terjadi di Indonesia saat ini.

Din Syamsuddin menyebut pembukaan UUD 1945 dalam amandemen terakhir memang tidak mengubah pembukaan. Tapi menghilangkan ruh konstitusi karena mengubaj pasal-pasal yang penting.

“Inilah pangkal penyebab kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi dari jiwa, semangat, dan nilai Proklamasi,” ungkapnya dikutip fajar.co.id dari keterangan resmi, Sabtu (19/8/2023).

Konstitusi kini, kata dia mengubah kehidupan bangsa dan negara dalam bidang politik dan ekonomi. Menyimpang jauh dari amanat kemanusiaan, persatuan, dan keadilan yang terkandung dalam Pancasila.

“Sistem yang ada hanya menguntungkan segelintir orang, memunculkan kesenjangan dan ketakadilan, yang pada gilirannya akan menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa,” ujarnya.

Ia menyebut kini mayoritas aset nasional dikuasai oligarki, yang punya kuasa mendiktekan kehidupan politik hingga melahirkan pemimpin-pemimpin yang tidak mengabdi bagi kepentingan rakyat.

“Sistem ekonomi dan politik produk UUD Tahun 2002 itulah yang melahirkan elit politik nasional yang kleptokratis, yakni para pejabat yang cenderung menggunakan jabatan untuk memperkaya diri. Mereka sejatinya adalah penguasa-pengusaha,” jelasnya.

Dalam keadaan demikian kepemimpinan nasional secara sengaja atau tidak bersengaja, secara nyata atau tersembunyi telah meruntuhkan kedaulatan negara dalam berbagai bidang. Trisakti Bung Karno (Berdaulat dalam politik, Berdikari dalam dalam ekonomi, Berkepribadian dalam budaya) hanya sering diperkatakan tapi gagal diperbuatkan.

Karenanya, efek konstitusi kini dinilainya telah meruntuhkan kedaulatan negara dalam berbagai bidang. Mimpi Soekarno agar Indonesia berdaulat dalam politik, berdikari dalam dalam ekonomi, berkepribadian dalam budaya, dinilainya jauh panggang dari api.

Ia mencontohkan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dengan mengundang investor dengan iming-iming konsesi Hak Guna Usaha 190 tahun, baginya membuka peluang bagi penguasaan negara oleh bangsa lain.

Contoh lainnya, ia menyebut Undang-Undang Cipta Kerja, yang jelas merugikan buruh. Tapi pemerintah hanya diam membisu.

Namun contoh lain yang menurut eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu yang perku dicermati, UUD 1945 kini tidak ada tempat dan waktu bagi Presiden utk mempertanggung jawabkan kepemimpinannya.

“Karena tidak ada lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Inilah sebagian akibat dari perubahan UUD 1945 menjadi UUD yang ada sekarang,” terangnya.

Dengan keadaan itu, Din Syansuddin memgungkapkan perlu segera menghentikan perangai kepemimpinan yang cenderung melanggengkan kekuasaan demi kekuasaan itu. Caranya dengan kembali Ke UUD 1945 yang asli.

“Jangan tunda lagi, apalagi setelah Pemilu, karena Pemilu itu hanya akan memunculkan kepemimpinan nasional yg membawa bangsa dan negara dalam lingkaran setan kerusakan,” tandasnya.
(Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan