”Untuk menghindari proses penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan dipergunakan sebagai alat politik praktis oleh pihak-pihak tertentu,” kata Burhanuddin.
Tidak hanya itu, dia juga menekankan bahwa Kejagung dan seluruh jajarannya netral dalam pemilu serentak tahun depan.
”Kejaksaan harus senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi netralitas dengan tidak memihak atau berafiliasi dengan partai politik atau pun kepentingan politik manapun,” kata jaksa agung.
Apalagi bila hal itu menyangkut pelaksanaan tugas pokok fungsi. Khususnya dalam penegakan proses hukum.
Sementara itu, kritik tajam dilayangkan sejumlah pemerhati pendidikan atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang izin kampanye di lembaga pendidikan. Dalam putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023, disebutkan bahwa peserta pemilu boleh berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat pendidikan dan tidak menggunakan atribut kampanye.
Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengaku kecewa atas putusan tersebut. Menurutnya, tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah seharusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Sehingga, pantang digunakan sebagai tempat kampanye jelang pemilu.
”Hal penting lainnya yang juga harus dipahami adalah satuan pendidikan tidak ditujukan untuk kepentingan politik elektoral tertentu. Meski, memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, meski disebutkan kampanye dibolehkan asal tanpa atribut selama namun tidak menghilangkan risiko relasi kuasa dan uang. Hal ini dikhawatirkan bisa disalahgunakan institusi pendidikan untuk mengkomersialkan panggung politik di dalam satuan pendidikan.