Penghapusan Pertalite Bukan Solusi Atasi Polusi Udara, Kadin Ingatkan Ancaman Inflasi Tinggi

  • Bagikan
Andi Iwan Darmawan Aras (foto: Pram/fajar)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Penghapusan BBM jenis Pertalite bukan solusi tepat mengilangkan polusi udara. Dampak buruknya justru lebih banyak.

Pemerintah harus mengkaji baik-baik, jangan sampai memperburuk perekonomian masyarakat. Sebab, pengguna BBM jenis Pertalite jumlah banyak.

Menurut data BPH Migas, kuota Pertalite pada 2022 lalu mencapai 23,05 juta kiloliter (KL). Tiga bulan sebelum tutup tahun, kuota Pertalite habis.

Pengguna Pertalite meningkat sebab banyak pengguna Pertamax beralih ke BBM subsidi. Masyarakat tak sanggup membeli BBM lebih mahal lantaran kebutuhan lainnya juga mendesak.

Jika Pertalite dihapus dari daftar BBM yang dipasarkan di Indonesia, dampaknya pasti besar. Kenaikan inflasi diperkirakan akan berlanjut karena dampak BBM mahal. Jika inflasi tinggi, daya beli akan terus tergerus.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulsel Andi Iwan Darmawan Aras, mengemukakan bahwa BBM sangat berdampak terhadap sektor kehidupan dan ekonomi masyarakat. Utamanya para masyarakat yang tergolong ekonomi rendah.

"Kenaikan harga BBM akan menaikkan biaya transport, akan menaikkan harga barang termasuk bahan baku. Konsekuensinya harga produk dan harga jual menjadi naik," katanya, Senin, 28 Agustus.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu mengatakan jika terjadi kenaikan harga pastinya akan bersinggungan dengan inflasi. Dengan demikian kenaikan harga BBM merupakan hulu atas pergerakan ekonomi khususnya sektor mikro yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat.

"Ini akan semakin memperparah kondisi masyarakat bawah, yang sudah dihadapkan pada lonjakan harga pangan selama beberapa bulan terakhir," jelasnya.

Bendahara Umum DPN HKTI ini menyebutkan bahwa bahan pokok serta bahan pangan menjadi salah satu yang paling terdampak dalam kenaikan harga BBM. Produk-produk pertanian tentu memasukkan transportasi sebagai biaya akomodasinya.

"Hal ini tentu akan membengkak karena bahan bakar yang digunakan mengalami kenaikan," ujarnya.

Menurutnya, ongkos logistik yang meningkat menjadi pemicu utama harga-harga barang. Andi Iwan mengingatkan pemerintah, jika betul terjadi kenaikan harga tentu akan mengundang kepanikan.

"Hal ini menjadi satu hal yang harus dikontrol dengan baik, mulai dari distribusi hingga penyaluran, setiap aspek harus bertanggung jawab dalam menjaga," ujar Ketua Gerindra Sulsel itu.

Sementara Ketua Bidang Kerja Sama dan Hubungan Luar Negeri DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulsel Arief Rachman Pabettingi, menuturkan bahwa ada dua dampak yang ditimbulkan jika harga BBM naik.

Dampak positifnya, melahirkan produk baru seperti energi yang terbarukan. Sementara dampak negatifnya, pasti akan membuat harga kebutuhan naik.

"Itu akan membuat daya beli masyarakat menurun dan membuat angka pengangguran bertambah," ucapnya.

Arief menyarankan agar pemerintah lebih bijak melihat kondisi masyarakat dan negara karena pandemi Covid-19 baru berakhir.

Kalaupun naik, harusnya kenaikan harga ini menyasar ke kelompok pengusaha besar yang punya kebutuhan BBM banyak. Jangan malah merugikan masyarakat secara umum.

"Karena semakin besar kebutuhan BBM untuk industrinya pasti akan berbanding lurus dengan banyaknya pendapatan dari industri tersebut," katanya. (*/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan